Minggu 11 November 2012,
Pada
hari itu saya berniat untuk menjenguk salah satu teman baik saya,Abadi Kaban.
Abadi adalah teman saya sedari SMA. Yuph jika anda masih ingat tulisan saya
yang berjudul “RASTA PALA ITU..” pasti segera mengenal siapa dia. Abadi
merupakan salah satu personil RASTA PALA.
Saat
itu dia tengah dirawat akibat penyakitnya,yang saat itu saya belum terlalu
mengerti itu apa. Kabar yang saya terima masih simpang siur,itu pun hanya
beberapa orang teman yang masih sudi mengabarkan berita ini kepada saya.
Saya
menerima kabar ini pada malam hari dari teman RASTA PALA yang lain yaitu Andi.
Dia berulang kali mengirim pesan (sms) kepada saya untuk segera menjenguk
Abadi. Walau untuk itu dia juga harus meminta bantuan pacarnya,Mitha.
Saya
tak segera menanggapinya. Tapi saya mengatakan bahwa secepatnya akan pergi
untuk menjenguknya.
Bukan
karena saya tak peduli tapi pada saat itu saya sedang larut dalam masalah saya
sendiri. Sebuah permasalahan yang membuat saya harus berkonflik dengan ayah dan
pergi dari rumah selama berbulan bulan.
Heehhhh!
! ! ! !
Memang
tak relevan dan bukan alasan yang benar. Tapi saya bukanlah penyelesai masalah
yang baik. Kadang saya malah sering terlarut dalam masalah yang hadir mendera
saya.
Abadi
dirawat di rumah sakit Santo Carolus,Jakarta Timur.
Well
lucunya tentang rumah sakit ini adalah bahwa saya baru mengetahui letaknya pada
hari itu. Selama hampir 25 tahun kehidupan yang saya jalani dan ribuan kali perjalanan
lalu lalang lewat sana. Saya benar benar baru mengetahui letak gedungnya
disana.
“Oh..ini toh
rumah sakitnya”
ujar saya dengan tampang penuh keheranan. Heran ternyata ga terlalu sulit untuk
menemukannya karena letaknya yang berada di pinggir jalan.
Hahahaha
terlalu!!!!
-_-
Siang
itu tidaklah begitu cerah,awan hitam begitu setia menaungi hari. Saya pergi ke
rumah sakit dengan ditemani teman kuliah saya yaitu Iqbal Maulidani.
Saya
memintanya untuk menemani saya ke rumah sakit,sebab akan sangat menjemukan jika
harus berjalan sendirian. Apalagi ke rumah sakit. Yang paling saya suka dari
Iqbal adalah sifatnya yang ga mau tanya banyak hal.
Dia
bukanlah pribadi usil. Ketika saya meminta bantuan kepadanya,ia pasti akan
segera mengiyakan. Tak terlalu banyak tanya dan hanya berangkat untuk segera
menemani. Walaupun itu hal yang ga jelas sekalipun.
Hari
minggu itu saya bangun agak pagi. Sekitar jam 10 saya berangkat menuju
ketempatnya Iqbal di bilangan kampung Makassar. Saya berjanji untuk bertemu
dengannya di Ikims Café (namanya aja
yang keren,sebenarnya tempat ini hanyalah warung kopi haha)
Setelah
ngopi dan ngobrol ngobrol hal hal ga jelas,sekitar jam 11 kami segera berangkat
menuju ke rumah sakit. Yang paling lucu ketika jalan sama Iqbal adalah doi juga
banyak ga tahunya. Malah terkesan lebih bingungan dia.
“Gue
pernah liat nge,tapi gue lupa juga deh dimana tempatnya (RS Santo Carolus)”
ujar Iqbal saat sudah berada dijalan.
Hadehhh!!!!
Tapi
seperti yang saya pernah katakana di tulisan saya sebelumnya mengenai Iqbal,hal
yang paling menyenangkan waktu jalan sama doi adalah sifatnya yang rame dan
cuek.
Jadi
ga peduli seberapa diamnya saya,yah dia ngoceh aja terus.
“Nah
itu dia nge”Ujar Iqbal sembari menunjuk kearah rumah sakit yang kami tuju. Saya
pun segera mengambil arah memutar jalan. Setelah hampir salah masuk parkiran,sekitar
jam 11 lewat kami pun akhirnya sampai.
Dari
Mitha dan Andi saya tahu bahwa Abadi dirawat di ruang Laksa nomor 50.
Waktu
saat itu menunjukkan hampir jam 11 lewat. Segera setelah memarkirkan kendaraan.
Saya segera saja menuju ke ruangan tempat Abadi dirawat.
“Maaf
pak ruangan Laksa nomor 50 letaknya dimana yah pak” Tanya saya pada security
yang sedang berjaga di depan.
“Dari
sini mas lurus aja,lalu setelah nemu perempatan ambil kiri dan ikuti saja
petunjuk selanjutnya. Pokoknya ruangan itu terletak di bagian paling ujung
jalan deh mas” jawab sang security dengan sigap.
Kami
pun segera menuju kesana. Well ternyata seperti yang dibilang oleh Pak
Security,memang mudah untuk menemukan ruangannya. Setelah bertemu perempatan
jalan kami menemukan petunjuk arah yang memudahkan kami untuk menemukannya.
Ruangan
itu ternyata masih terletak dilantai 1 rumah sakit.
Sesampainya
disana kami tak segera bisa langsung masuk. Ruangan itu dikunci oleh petugas
kebersihan. Ketika kami mencoba menerobos masuk segera saja mendapat kicauan
dari seorang suster yang sedang berjaga.
“Mau
jenguk siapa de??”Tanya salah seorang suster disana.
Iqbal
lalu menoleh kearah saya.
“Abadi
Kaban sus”Jawab saya
“Oh
Abadi,yang dirawat diruangan 50 itu loh sus”Ujar salah seorang suster kepada
suster lainnya.
“Menjenguknya
nanti saja de,lantainya masih baru dibersihkan itu. Nanti saja jam 1 kembali
lagi. Lagipula Abadi juga pasti sedang beristirahat sekarang”
Saya
dan Iqbal hanya bisa menurutinya saja. Kami pun segera menuju keluar ruangan.
Sembari
menunggu saya dan Iqbal memperbincangkan berbagai hal. Mulai dari pegawai rumah
sakit yang kece hingga seorang bapak yang melintas didepan kami sambil
menggunakan baju The Beattles.
(Ga penting seh
buat dibahas tapi saya dan Iqbal adalah seorang Beattlemania haha I’m proud
with that)
“Si
Abadi ini salah satu kawan lo dari Rasta Pala kan ya nge??”Tanya Iqbal
“Yuph”
“Gue
lost contact sama doi dah hampir setahun. Terakhir gue denger dia ada di
Kalimantan buat kerja dan ngobatin penyakitnya. Dan belum lama gue dapet kabar
bahwa doi udah ada disini” tambah saya lagi.
Well
Iqbal adalah Iqbal. Saya jelaskan panjang lebar juga dia seakan ga peduli dan
terkesan cuek.
“Udah
yo masuk aja,noh juga banyak yang nerobos masuk. Udah kelamaan neh disini” Ujar
Iqbal seraya menunjuk kearah ruangan.
Memang
tak terasa sudah setengah jam lebih kami menunggu ruangan itu selesai
dibersihkan.
Well
tapi sedari tadi kami memang melihat banyak orang lalu lalang masuk ruangan
tanpa ada yang mencegah. Sepertinya memang kami saja yang apes karena harus
menunggu untuk menjenguk.
Dengan
cuek kami pun masuk ke ruangan itu kembali.
Kami
pun mencari ruangan bernomor 50.
“Maaf
sus ruangan nomor 50 dimana yah??”Tanya Iqbal pada salah seorang suster yang
sedang berjaga.
“Oh,nanti
ade belok kiri saja. Ruangannya terletak paling pojok kok de. Mang mau
menjenguk siapa de”Tanya suster itu.
“Abadi
Kaban sus”
“Ohh
Abadi Kaban,ade kekiri saja. Ruangan nomor 50 terletak dipaling pojok kok.
Abadi dirawat di bagian pojok ruangan”tambah suster itu lagi.
Dan
kami pun segera berjalan menuju keruangan tempat Abadi dirawat. Ketika sampai
didepannya saya agak ragu untuk masuk. Deg degan juga melihat kondisi sahabat
saya yang satu itu.
Iqbal
seh udah melengos aja buat ngeliat liat. Padahal dia tahu juga kaga Abadi yang
mana. Bener aja ga lama dia menunjuk pada salah seorang bapak yang ada
diruangan itu.
“Nge
ini bukan orangnya?”Ujarnya sambil berbisik. Saya cuma menjawab dengan gelengan
kepala.
Hadehh
Iqbal Iqbal!!
By
the way dalam ruangan nomor 50 itu bukan Cuma abadi yang sedang dirawat. Di
ruangan 50 terdapat 6 tempat tidur untuk perawatan dimana semuanya terisi
dengan pasien.
Begitu
masuk ke dalam ruangan saya bertemu dengan seseorang yang tak asing. Dia adalah
kakak pertama dari Abadi. Saya mengingatnya karena beberapa tahun yang lalu
Abadi pernah memberi tahu saya pada saat acara kematian ibunya.
Tapi
sumpah saya lupa sama namanya.
Lagipula
kalau ditanya masalah kehidupan pribadi Abadi,sebenarnya saya tak terlalu
banyak tahu. Setahu saya (entah benar atau salah), Abadi adalah anak ketiga
dari 3 bersaudara.
Kedua
kakaknya adalah perempuan,dan mereka semua sudah menikah. Saya juga baru
mengetahui wajah dari ibundanya ketika saya datang pada upacara pemakamannya.
“Apa
kabar kak”Tanya saya sembari mengajaknya bersalaman.
“Baik,baik
baik aja kok. Mau jenguk Abadi yah”Tanya kakak Abadi lagi. Saya hanya
menjawabnya dengan sebuah anggukan kepala
Saya
pun segera diajak menuju ketempat tidur dimana Abadi dirawat.
Tempat
tidur Abadi terletak dipojok kiri ruangan. Dari balik jendela kamar itu saya
bisa melihat beberapa tumbuhan dan mobil yang lalu lalang di parkiran.
Di
tempat itu sedang ada beberapa orang. Orang yang pertama saya tak begitu
asing,walau butuh waktu untuk saya menyadarinya. Dia adalah ayah dari Abadi.
Well
saya agak lupa karena potongan rambutnya. Terakhir saya bertemu,rambut ayah
Abadi masih lumayan gondrong. Itu pun bertemunya beberapa tahun yang lalu.
Orang
orang yang lain belakangan baru saya ketahui adalah tulang dan tante dari
Abadi.
Nb : Tulang
adalah sebutan abang/adik laki laki dari mama dalam bahasa batak
Setelah
menyalami mereka saya pun melihat sahabat saya itu. Ketika saya melihatnya
secara langsung,saya benar benar terkejut dengan kondisinya.
Badannya
sudah kering kerontang,habis tinggal tersisa tulang belulang. Tubuhnya
habis,sisa tubuhnya hanyalah kulit yang merekat pada tulang tulangnya.
Selang
begitu setia menemani hidung dan tangannya. Tabung oksigen setia mendampingi
disisi tempat tidur. Nafas Abadi sudah begitu berat,dalam tidurnya saja ia
sudah begitu kesulitan untuk bernafas.
Saat
itu Abadi tengah tertidur dengan posisi menyamping ke kanan. Abadi tengah dalam
kondisi setengah tertidur. Belakangan juga baru saya ketahui dari Andi bahwa saat
dirawat Abadi memang sangat sulit untuk tertidur.
“Bad,bangun
Bad. Ini ada teman kamu yang datang”Ujar Kakaknya setengah berbisik kepada
Abadi.
Abadi
segera saja terbangun. Tatapannya liar menatap kesegala ruangan. Segera setelah
menemukan yang ditujunya ia pun berujar.
“Eh
Erte,lo kapan datang te”Tanyanya singkat. Tak lama batuk segera
menderanya,suara batuknya benar benar menusuk saya. Saya benar benar sedih
melihat kondisi sahabat saya itu. Tapi sebisa mungkin,saya mencoba menahan air
mata saya.
“Barusan
aja Bad”
“Dateng
sama siapa te??”
“Sama
temen gue bad” Lalu saya pun memperkenalkan Iqbal kepada Abadi.
kondisi abadi,4 hari sebelum saya jenguk |
Lalu
saya duduk disebelahnya,sementara Iqbal berdiri tepat di ujung tempat tidur. Ia
sibuk memperhatikan sekitar,meninggalkan saya untuk sekedar berbincang dengan
Abadi.
Sementara
itu kakak dari Abadi dan tulangnya beranjak keluar untuk makan siang. Sementara
ayahnya berdiri di sisi lain tempat tidur dan sibuk untuk memijat kaki anaknya.
Abadi
seakan setengah tersadar ketika berbincang dengan saya.
Saya
hanya terdiam melihat kondisi teman saya itu. Abadi benar benar nampak lemah
dalam tidurnya. Begitu sulit untuk sekedar bernafas. Abadi seperti tahu
kekhawatiran yang begitu tampak di wajah saya. Dalam kondisi terlemahnya pun ia
masih melontarkan kata candaan kepada saya.
“Gue kurus
banget yah te??”Ujarnya
seraya tertawa yang segera diselingi dengan suara batuknya.
“Kaga Bad,lo
masih keliatan ganteng kaya dulu. Cuma sedikit berkurang seh karena lo udah ga
gondrong lagi hehe”
jawab saya yang diselingi tawa oleh kami berdua.
Abadi
kemudian terbatuk lagi. Kesadarannya mulai sedikit menghilang. Saya sengaja
hanya melihat dan tak menyadarkannya. Saya takut kalau nanti malah itu
mengganggunya. Karena saat itu Abadi memang tengah berupaya untuk beristirahat.
Lalu
saat Abadi mulai tersadar lagi,ia menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat
saya terkejut,heran dan hingga saat ini menjadi bingung sendiri dibuatnya.
“Lo kapan ke Semeru te??”
-__-
Saya
benar benar terkejut.
Saya bingung darimana Abadi bisa tahu bahwa saya akan pergi ke Semeru. Well saya
memang berencana akan ke Semeru pada bulan November kemarin. Rencana awalnya berangkat
antara tanggal 13 atau 14 November. Tapi rencana itu tertunda karena ketiadaan
tiket (sumpah,saking sulitnya mendapatkan tiket sampai calo sendiri aja angkat
tangan dan ngomong bahwa itu adalah hari sakral untuk para calo).
Sebenarnya
saat itu saya sudah agak males untuk mengurus perjalanan lagi ke Semeru. Tapi
teman seperjalanan saya,Ricky terus berusaha meyakinkan saya untuk melanjutkan
perjalanan. Walau untuk itu kami harus mengundur waktunya.
Sebenarnya
saya bilang kepada Ricky untuk ikut dengan teman saya Yellow yang juga akan
berangkat ke Semeru pada tanggal 16 November.
Karena saya baru bisa jalan lagi selepas tanggal 20 November.
Kenapa??
Karena
saya sudah berjanji pada ibu untuk kembali sebelum acara pernikahan saudara
saya. Tapi anehnya dia tidak mau dan kekeuh untuk terus berpetualang bersama
saya.
Jadi
kami pun bersepakat untuk berangkat selepas tanggal 20 November.
“Rencananya
tanggal 14 besok boy gue mau berangkat,doain aja yah semoga lancar” Ujar saya
menerangkan kepada Abadi. Saat menerangkan hal itu saya masih yakin akan
mendapatkan tiket. Walau harus melalui calo.
“Lo
sama siapa te kesana??”Tanya Abadi dengan suara yang kian melemah. Ia kemudian
terbatuk dan mulai merasa sesak.
“Sama
temen gue Bad”
“Anak
anak ga ada yang ikut??” Tanya Abadi. Anak anak yang dimaksud disini adalah
sahabat sahabat saya di Rasta Pala.
“Ga
ada boy,sedang pada sibuk dengan urusannya masing masing” jawab saya singkat.
Abadi
kemudian tersenyum. Kemudian ia mengatakan sebuah hal yang membuat saya
tertegun dan menangis dibuatnya.
“Titip
salam yah te buat Semeru” ujarnya pelan. Dalam nafasnya yang berat,Abadi
kemudian memejamkan matanya dan berusaha untuk tertidur.
Saya
yang pada saat itu mendengarnya segera saja menangis. Air mata sudah tak mampu
lagi saya bendung. Saya tak mau berfirasat buruk tapi saya benar benar tak
mampu lagi melakukannya.
Saya
kemudian beranjak dan pergi keluar ruangan sebentar. Saat itu hujan tengah turun
dengan deras.
Diluar
ruangan saya bertemu dengan kakak dan saudara saudara dari Abadi. Saya kemudian
menanyakan penyakit yang sedang mendera sahabat saya itu.
Kakaknya
kemudian menjawab bahwa itu karena flek paru paru. Dia mengatakan bahwa paru
paru sebelah kanan Abadi sudah parah kondisinya.
Ah
saya tak mengerti penyakit apa itu. Yang jelas penyakit itu masih berhubungan
langsung dengan kebiasaan Abadi yaitu merokok. Abadi adalah satu dari sekian
banyak sahabat saya yang merupakan perokok aktif.
Nafas
Abadi adalah nafas rokok. Yah kira kira seperti itulah mungkin kiasan yang
paling tepat. Sebab dalam sehari Abadi bisa menghabiskan berbungkus bungkus
rokok.
Pernah
dalam satu perjalanan pulang selepas main futsal di kecapi,Abadi berkeluh kesah
tentang dadanya yang kembali sesak. Saat itu saya mengantarkan dia menuju
rumahnya.
Saat
mendengarkan,nasehat saya cuma satu kepadanya. Saya selalu berpesan sebisa
mungkin untuk mengurangi merokok. Karena saya meyakini untuk berhenti secara
langsung merupakan hal yang sangat mustahil buat Abadi.
Tak
terhitung berapa kali saya memintanya untuk mengurangi merokok. Saat main
PS,main futsal atau sedang kumpul bareng terkadang saya selalu memintanya untuk
mengurangi merokok.
Dan
itu saya katakan secara langsung kepada dia. Bisa dibilang saya termasuk salah
satu sahabat yang bawel terhadap Abadi. Dan anehnya Abadi tidak pernah marah
atau kesal,dia selalu menanggapinya dengan canda dan berkata singkat
“Iya
te,ntar!! Nunggu waktunya yang tepat. Masalahnya pabrik rokok belum pada mau
tutup” Elaknya tiap kali saya memintanya untuk mengurangi kebiasaan merokoknya.
Sebuah
jawaban yang membuat saya hanya bisa menggelengkan kepala.
By
the way Abadi juga pernah bercerita masalah pada paru parunya. Ia bahkan
mengatakan bahwa paru paru sebelah kanannya sudah menghitam dan rusak. Bahkan
sudah ada yang bolong.
Well
kebanyakan dari kami hanya bisa menggelengkan kepala dan mengangguk angguk saja
saat mendengar ceritanya. Setengah percaya setengah tidak. Karena jujur
saja,Abadi adalah orang yang terlihat sangat sehat. Bahkan dalam setiap
pendakian dia adalah orang yang jarang mengeluh. Bahkan salah satu yang paling
rajin jika di atas gunung.
Saya
saja hanya bisa mengiyakan setiap kali ia bercerita hal tersebut.
Saya
kemudian bertanya keadaan Abadi selama setahun ini,saya juga menanyakan
kebenaran dari keberadaannya ketika berada di Kalimantan. Saat itu salah
seorang sahabat saya bercerita bahwa Abadi pergi ke Kalimantan untuk bekerja di
lahan perkebunan sawit. Belakangan baru saya ketahui juga bahwa ia pergi ke
sana untuk pergi berobat alternatif.
Kakaknya
kemudian bercerita tentang keadaan Abadi.
Tentang
kepergian Abadi ke Kalimantan,kemudian tentang Abadi yang meminta uang kepada
ayahnya untuk menanjak gunung (saya tak tahu gunung mana dan ia pergi dengan
siapa).
Kakaknya
juga seperti tak paham dengan apa yang terjadi,tapi dari pembicaraan itu saya
merasa seperti ada yang disembunyikan. Ahh entahlah! ! !
“Setahun
yang lalu Abadi pamit untuk pergi ke Kalimantan de. Ia bilang ada yang
mengajaknya untuk bekerja disana”
Lalu
saya menanyakan kenapa kondisinya bisa seperti sekarang.
“Kakak
juga kurang paham de,waktu itu kan ia pamit dan kondisinya masih baik baik aja.
Ga lama ia kembali tahu tahu kondisi badannya sudah habis seperti ini”
“Dokter
bilang paru parunya sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Kamu tahu
sendiri kan kebiasaan Abadi merokok. Belum lagi kebiasaannya begadang. Apalagi
jika ada siaran sepakbola”
Well
walau masih heran dan ingin menanyakan bermacam pertanyaan tapi saya putuskan
untuk tak melanjutkannya.
Saya
lalu masuk ke bagian dalam ruangan dan berbicara dengan Iqbal. Dia meminta
untuk kembali sebab ada janji untuk bertemu dengan sahabatnya. Well memang tak
terasa sudah sejam lebih kami berada disana.
“Tunggu
hujan reda dulu bal” Jawab saya singkat.
Saya
kemudian mendekat kembali kearah tempat tidur Abadi. Disana,ayah Abadi masih
setia memijat kaki kaki anaknya.
“Abadi
suka sekali dipijat di bagian kaki” terangnya kepada saya.
Satu
hal yang begitu terlihat ketika ayahnya berhenti memijat kakinya dan Abadi pun
berteriak.
“PIJIT
lagi yah,mau kemana sehhh emangnya” teriaknya. Tapi teriakan itu seakan
tenggelam dalam lautan sesak. Tak begitu terdengar dan tak dapat dimengerti.
Dalam
sakitnya pun ia masih bisa saja marah.
Abadi
pun kembali tertidur. Ayahnya kemudian bercerita bahwa belakangan Abadi
bersikap sangat manja. Apalagi pada hari itu. Ia sering sekali minta dipijat
dibagian kaki.
Ditinggal
memijat sebentar saja Abadi akan segera marah.
Ayah
Abadi kemudian meminta saya untuk menggantikannya sebentar. Ia berkata ingin
makan siang terlebih dahulu.
Saya
pun memijat kaki sahabat saya itu. Awalnya saya memijat pada seluruh bagian
pada kakinya,tapi kemudian Abadi meminta saya untuk memijatnya pada bagian jari
saja.
“Jari
jarinya aja te dan lebih keras lagi yah te” Mintanya pelan terhadap saya.
Saya
agak bingung juga saat itu,ini sakit kok malah minta dipijit keras keras. Yah pada
akhirnya saya hanya bisa menurutinya saja.
“Sudah
bad” Tanya saya mengenai pijatannya. Abadi pun hanya menganggukan kepala.
Dia
pun kembali memejamkan matanya dan tertidur.
Saya
pun kembali duduk disebelahnya.
Saya
pun memperhatikan keluar jendela. Disana ada pekarangan kecil dan ada beberapa
pot tanaman yang tampak basah terkena air hujan.
Dari
sana saya juga melihat beberapa mobil yang akan keluar dari rumah sakit.
Tak
terasa setengah jam pun berlalu.
Hujan
pun perlahan mereda diselingi celotehan Iqbal yang meminta untuk pulang. Karena
tak enak hati saya pun mengiyakannya.
Jujur
saja,hati saya masih ingin berada lebih lama disana. Sebuah perasaan yang saya
tak mengerti kenapa.
Saat
itu Abadi tengah tertidur. Saya masih memijat kakinya.
Kakak
Abadi saat itu masuk kembali ke ruangan. Saya pun memohon pamit kepadanya.
Sebenarnya
saya ingin langsung pergi tapi kakak Abadi keburu membangunkannya.
Saya
pun segera pamit pulang kepada sahabat saya itu.
“Boy
gue pamit dulu yah,besok besok gue janji untuk main kesini lagi” ujar saya
sembari mendekatkan wajah saya.
“Jangan
lupa yah te sama Semerunya” Ujar dia pelan kepada saya. Saat mengatakan hal itu
Abadi dalam kondisi setengah tersadar. Bahkan matanya masih terpejam.
“Iya
nanti gue salamin,tapi lo harus janji sama gue buat cepet sembuh. Biar kita
bisa nanjak bareng bareng lagi boy”
Abadi
hanya tersenyum mendengarnya. Saya pun mendekatkan wajah saya lagi dan berkata.
“Janji
boy sama gue bahwa lo harus cepet sembuh. Biar kita bisa nanjak Semeru bareng.
Kalau perlu gue akan menunggu lo buat sembuh baru berangkat ke Semeru” ujar
saya sembari memegang bahunya.
Abadi
hanya tersenyum mendengarnya. Ia kemudian berusaha membuka matanya untuk
melihat saya. Air mata perlahan menetes dari sela sela pipinya.
“Janji
yah boy,janji” ujar saya lagi saat ia menatap saya. Saya pun segera pamit dari sana
setelah sebelumnya pamit kepada ayah,kakak dan saudara saudara Abadi.
“Main
kesini lagi yah de,Abadi senang sekali kalau banyak temannya yang berkunjung”
ujar salah seorang Tulangnya kepada saya.
Saya hanya mengiyakan.
Saya
pun pergi beranjak dari ruangan itu.
Di
tengah perjalanan saya menghentikan langkah.
“Tunggu
sebentar nge!!” Saya pun meminta Iqbal untuk menahan langkahnya.
“Gue
masih ga percaya nge,bahwa sahabat gue tengah sekarat disana” tambah saya lagi.
Saya
pun meneteskan air mata,entah mengapa begitu berat untuk meninggalkan rumah
sakit itu. Saya pun duduk di dekat kursi jaga security. Kebetulan saat itu
sedang tak ada yang berjaga disana.
Iqbal
pun duduk disebelah saya.
“Rasanya
aneh bal,ngelihat teman baik lo sendiri mengalami hal seperti itu”Ujar saya
sembari menyandarkan kepala saya di tembok.
“Hati
gue hancur bal ngeliat kondisinya” tambah saya lagi
Iqbal
hanya terdiam.
Sejurus
kemudian saya pun berdiri dan melihat kearah sekitar. Saya menuju kearah taman
yang terletak tak jauh dari sana. Taman itu tak terlalu luas,tapi cukup untuk
memberikan keteduhan ditengah riuh rumah sakit tersebut.
Memberikan
kedamaian bagi yang melihatnya.
Kami
lalu mulai bicara banyak hal. Mulai dari kemungkinan mahalnya harga kamar
pasien yang terletak dekat taman itu hingga hal yang ga jelas seperti berapa
usia pohon besar yang berada ditaman tersebut.
Tak
lama kami pun beranjak pergi dari rumah sakit tersebut.
Ketika
sampai di parkiran saya melihat kembali kearah dalam rumah sakit.
Entahlah,sebagian dari diri saya tak mengizinkan saya untuk beranjak pulang.
Sepanjang perjalanan saya terus kepikiran,hati saya masih belum rela untuk
beranjak dari sana.
Senin 12 November 2012
Dan
pada malam selasa itu,saya mendapatkan kabar buruk dari sahabat sahabat saya
bahwa Abadi telah tiada. Setengah tak percaya manakala saat mendengarnya.
Tapi
itulah pahitnya kenyataan.
Abadi
benar benar pergi pada malam itu,meninggalkan harapan dan mimpi mimpi yang
ingin digenggamnya.
Selasa 13 November 2012
Malam
itu saya benar benar tak bisa tertidur. Saya baru beranjak terlelap ketika jam
sudah menunjukkan jam 6.30 pagi. Tapi ketika jam 8.00 saya sudah paksakan untuk
terbangun.
Kepala
saya benar benar terasa berat pada pagi itu,bahkan untuk sekedar berjalan pun
pusingnya bukan main. Saya lalu bersandar di tembok untuk mengembalikan sedikit
kesadaran.
Sahabat
saya di kontrakan nyeletuk “Kenapa lo te,pagi pagi udah galau aja haha”
Saya
hanya terdiam.
Saya
hanya seperti sedang tak mempercayai bahwa pagi itu harus terbangun demi
mengantar kepergian sahabat saya ke peristirahatan terakhirnya. Sebuah
pemikiran yang membuat saya hanya bisa menghela nafas berkali kali.
Sekitar
jam 9 lewat saya pun berangkat menuju kerumah Abadi di bilangan Chandra,Bekasi.
Karena masih agak pusing,saya putuskan untuk membawa kendaraan saya pelan pelan
saja.
Sebelum
jam 10 pagi saya telah berada disana.
Sesampainya
disana saya bertemu dengan sahabat sahabat saya. Kebanyakan dari mereka adalah
sahabat semasa SMA dan teman main futsal.
Toni,Iduy,Qodim,Bhagol,Papay,Andi,Opank,Itang,Junet,Bejo,Enjun,Rhodes,Pras,Dhomeng,Sogi,Ketut,Oji,Iskandar
adalah segelintir sahabat yang datang pada hari itu.
Kebanyakan
dari mereka malah meminta izin dari kantor hanya demi mengantar kepergian
sahabatnya.
SALUT!!!
Saya
kemudian masuk sendirian ke dalam ruangan dimana jenazah Abadi ditempatkan.
Tempat itu persis seperti kala beberapa tahun yang lalu saat saya menyelawat
almarhumah nyokapnya.
Saya
benar benar tak terbayang bahwa beberapa tahun kemudian saya akan menyelawat
jenazah sahabat saya.
Saat
saya masuk saya segera menemui saudara saudaranya dan bersalaman dengan mereka.
Setelah itu saya melihat wajah sahabat saya itu di pembaringannya.
Di
dalam peti matinya jenazah Abadi terlihat begitu tenang. Bahkan saya melihat
jenazahnya meninggal dalam keadaan tersenyum.
Saya
terdiam berdiri disana selama beberapa menit. Buliran air mata menetes perlahan
dari sela sela pipi saya. Begitu sulit untuk menatap sahabat saya di
peristirahatan terakhirnya.
Terngiang
beberapa kenangan bersama Abadi. Kenangan saat cabut sekolah dulu hanya demi
main play station,waktu kemping di pondok halimun,saat nanjak bareng Gede untuk
pertama kali,pergi ke Lawu dan karena datangnya kepagian akhirnya tidur dulu
distasiun,atau sekedar mengantar Badboy buat kembali pulang kerumahnya selepas
main futsal.
Kenangan
kenangan sederhana bersama beliau.
Lamunan
saya tersadar ketika ada seseorang yang menepuk punggung saya.
Rupanya
itu adalah seseorang yang saya temui ketika menjenguk Abadi dirumah sakit. Dia
adalah tante dari Abadi.
“Eh
kau nak,ini temannya yang kemarin datang ke rumah sakit kan yah” Tanya dia
Saya
hanya menganggukan kepala saya sebagai jawaban.
Tante
dari Abadi kemudian menceritakan beberapa hal kepada saya. Yah intinya saya diberikan
beberapa nasehat olehnya. Sesudahnya ia sibuk kembali menyalami para tamu yang
datang. Meninggalkan saya untuk menatap sahabat saya kembali untuk terakhir
kalinya.
Saya
berdoa semoga Tuhan membukakan jalan yang lapang untuk Abadi disana.
Setelahnya
saya kembali menuju keluar untuk bertemu dan berbincang lagi dengan sahabat
sahabat saya. Banyak dari kami yang murung dan bersedih.
Terutama
sahabat sahabat saya dari Rasta Pala.
Iduy,Bhagol,Tony,Andy,Qodim,dan
Papay ga bisa menyembunyikan rasa kehilangannya. Tak banyak obrolan yang
terjadi diantara kami. Terutama dengan Bhagol dan Iduy yang dari wajahnya sudah
terlihat agak kesal karena melihat saya.
Wajarlah,dan
saya pun bisa memakluminya.
Hujan
turun perlahan kala itu. Seakan turut bersedih dengan apa yang tengah terjadi.
Setelah
melalui beberapa upacara adat akhirnya sekitar jam 14.30 jenazah akan
diberangkatkan menuju pemakaman. Rencananya Abadi akan dimakamkan di TPU Pondok
Rangon. Beberapa sahabat sudah kembali karena ada urusan yang lain.
Segera
setelah akan berangkat kami pun segera menuju ke arah rumah duka. Sekedar
membantu mengangkat peti mati sahabat kami,Abadi.
Menemaninya
sampai ke peristirahatan terakhirnya.
Salah satu
hal yang paling menyedihkan dalam kehidupan adalah saat harus mengangkat
jenazah sahabat kita sendiri.
Saat
itu Toni bercerita seperti ada yang ditutup tutupi dari kematan Abadi. Tapi
saya tak terlalu menghiraukannya. Saat itu pikiran saya fokus untuk mengantar
sahabat saya ke peristirahatannya.
Dalam
perjalanan saya selalu mengiringi ambulan dari belakang. Sahabat sahabat yang
lain banyak yang membuka jalan. Ah sepanjang perjalanan saya jadi ingat waktu
touring ke puncak dulu. Saya sempat konflik dengan Abadi hanya gara gara helm.
Saya sebal padahal sudah dibilang ratusan kali untuk bawa helm karena jarak
yang ditempuh agak jauh,tapi si Abadi malah ngejawab ngalor ngidul. Tapi yah
seperti yang sudah sudah,pertengkaran diantara kami berakhir dengan canda.
Bahkan
sayalah yang kebagian boncengan motor dengan dia.
Hahahaha ! ! ! !
Bahkan
saat itu saya masih mengingat saat kami berdua tengah berada di jalur taman
safari kami berteriak dalam perjalanan hanya gara gara dingin yag menusuk tulang.
Abadi seh seperti biasanya,sok cool lebih dahulu. Padahal saya juga udah
merasakan badannya yang gemetaran dan gemeretak giginya karena menahan dingin.
Trik
ngatasin coolnya dia cuma satu,minta gantian aja dia yang boncengin. Pasti dia
segera mengaku.
“Gantian
bawa motor boy,dingin gila neh udaranya”
“Lo
aja te,gue masih kurang mahir bawanya. Takut kenapa kenapa”
“Ah
bilang aja lo takut kedinginan juga boy”
“Nah
ntuh lo tau hahahaha!!!” ujarnya seraya tertawa.
Cuaca
begitu mendung,awan hitam seakan tak mau pergi meninggalkan hari. Tapi entah
mengapa hujan tak jua turun. Hanya gemerintik air yang turun perlahan,seakan
menahan sedihnya untuk sahabat kami.
Kami
datang pertama di TPU Pondok Rangon bersama ambulan,tak lama berselang
datanglah keluarga dan rombongan yang lain. Kami pun segera membantu mengangkat
jenazah sahabat kami.
Setelah
menaruhnya diatas tanah tempat dia akan disemayamkan,kami agak menjauh karena
Abadi akan menjalani proses kematian dalam agamanya.
Saya
segera menghubungi Kiwil yang saat itu sedang dalam perjalanan menuju TPU
pondok Rangon. Saat itu Kiwil tidak mendapat izin dari perusahaannya untuk bisa
pulang lebih cepat.
Selama
upacara berlangsung,saya hanya bisa terdiam. Air mata meluncur perlahan dari
pipi saya. Pada akhirnya saya melihat upacara itu dengan berjongkok karena saat
itu sudah sulit untuk berdiri untuk melihat sahabat saya sendiri disemayamkan.
Saya
sempat melihat kearah sahabat yang lain.
Dan
seperti saya,raut wajah mereka juga tak terlalu jauh berbeda. Semua seakan terlarut
dalam suasana saat itu. Mengingat segelintir kenangan bersama Abadi.
Tanah
merah itu masih basah,angin berderai perlahan diselingi derai air hujan yang
turun meragu.
Upacara
pun segera berlangsung. Ada keheningan disana,banyak kesedihan yang tampak di
wajah para pelayat. Saya benar benar tak kuat melihat moment tersebut,rasa
kehilangan benar benar terasa pada saat itu. Pada saat upacara penaburan
bunga,Tulang dari Abadi mendekati saya.
“Ayo
dek,kalo kawan kawannya mau ikut menabur bunga”
Saya
pun dengan segera terbangun diikuti oleh sahabat sahabat yang lain dan menuju
ke kuburan Abadi. Segera setelah sang pendeta menyelesaikan upacara,dengan
sedikit aba aba ia pun menyuruh untuk menutup kuburan itu. Mengubur peti mati
dan meninggalkan Abadi dalam keheningan selamanya.
Suasana
seakan menjadi hening. Kesedihan yang tampak kian menjadi. Menggurat perih di
hati setiap orang yang menyayanginya. Sejenak saya bahkan tak sanggup untuk
melihat pemakaman tersebut.
Bahkan
setelah pemakaman selelsai butuh waktu bagi beberapa dari kami untuk beranjak
dari sana. Seakan tak ingin meninggalkan sahabat kami sendirian disana.
Kami
adalah rombongan terakhir yang pergi beranjak dari sana.
Setelah
saya langsung kembali karena harus menyelesaikan beberapa urusan. Sepanjang
perjalanan pulang saya seperti lost dari dunia sekitar saya. Ah baru kali ini
saya benar benar menjadi merasa kosong. Untunglah tidak terjadi apa apa
sepanjang perjalanan balik.
Ketika
sampai dikontrakan teman,saya langsung berbicara dengan Abil dan Yellow masalah
tiket kereta api untuk keberangkatan ke Semeru. Entah kenapa tekad saya menjadi
kian bulat untuk berangkat ke gunung itu.
Tapi
seperti yang saya jelaskan diatas,akhirnya saya tidak mendapatkan tiket. Karena
untuk tanggal itu tiket benar benar seperti hilang dari peredaran.
Ada
seh,tapi kelas executive.
Cuma
harganya bikin dompet saya ingin berteriak dibuatnya. Semalaman itu saya dibuat
menunggu kabar dari calo masalah tiket. Sebentar calo itu bilang ada,sebentar
ga bisa.
Yah
pada intinya dia ingin mainin hargalah. Dan dia pun menjanjikan tiket untuk
kepergian tanggal 21 sudah pasti didapatkan.
Rabu 14 November 2012
Saya
pun memilih tanggal 21 November dan Yellow walau akhirnya harus melakukan
sedikit kejahatan (dengan menscan KTP haha) tapi akhirnya jadi berangkat pada
tanggal 16 November.
Dia
ikut rombongan sahabat saya yang lain yaitu Jejen.
Hari
itu dengan berat hati akhirnya saya menyusul Abil dan Yellow untuk konfirmasi
masalah tiket. By the way kala itu Abil dan Yellow berada disana untuk balik
nama. Bisa dibilang mereka berdua bisa ikut rombongan Jejen dikarenakan sebuah
keberuntungan. Dua orang teman Jejen tidak bisa ikut yang menyebabkan ada spot
kosong disana.
Jejen
pun mengabarkan Yellow dan selanjutnya yang terjadi adalah sebuah kerumitan.
Karena
peraturan kereta api yang baru yang mengharuskan setiap penggunanya menggunakan
KTP. Dan untuk ganti nama akan menjadi sulit dikarenakan peraturan itu benar
benar baru dan belum fleksibel.
Yah
jadilah, begitu saya sampai di Stasiun Senen,Yellow sudah menyambut saya dengan
wajah kusutnya.
“Anjing
neh stasiun,gue bakar juga neh nanti” Ucapan dia mengungkapkan ekspresi
marahnya secara berulang ulang. Rupanya pihak stasiun mempersulitnya untuk
proses balik nama. Baru kali ini saya melihat Yellow semarah itu.
Suasana
stasiun Senen kala itu benar benar ramai,maklumlah mau liburan panjang jadi
arus penumpang juga lebih banyak dari biasanya.
Saya
pun bertemu dengan calo dan membicarakan masalah tiket. Dia bilang masih belum
ada kejelasan dan saya pun disuruh menunggu hingga nanti malam.
Sambil
menunggu kabar pada malam itu pun saya pun merencanakan beberapa rencana. Saya
ingin membuat sesuatu untuk sahabat saya,Abadi.
Pada
awalnya niat untuk pendakian ini adalah untuk diri saya sendiri. Karena memang
sudah lama dan sudah menjadi impian saya saya untuk menyapa Semeru. Tapi karena
ada amanat yang disampaikan Abadi,saya pun mendedikasikan pendakian kali ini
untuk sahabat saya itu.
Karena
sedang senang nyablon saya pun meminta sahabat saya,Han untuk membantu saya
membuat desain kaos. Dan seperti inilah design dan hasilnya.
Desain belakang |
Desain depan |
Hasil tampak depan |
Hasil tampak belakang |
Salam
Abadi Untuk Semeru . . . .
20 November 2012
Saat
segala persiapan sudah hampir rampung,dan keberangkatan tinggal menunggu waktu
24 jam. Yellow yang pada saat itu tengah berada di Ranupani mengirim pesan
singkat (sms) kepada saya.
“Te,Semeru
ditutup mulai hari ini”
Saya
masih ingat saat itu menit 13:58 bumi seperti berguncang dalam hati dan pikiran
saya.
“God
why must happen again” Ujar saya berkali kali dalam hati,seakan tak percaya
dengan apa yang tengah terjadi. Saat itu Ricky yang sedang smsan dengan saya
masalah keperluan untuk keberangkatan besok pun segera saya kabari.
Kekecewaan
begitu tampak dalam kata katanya.
Saat
itu Semeru ditutup untuk melakukan pembenahan. Kala itu dikabarkan oleh
beberapa pihak bahwa ekosistem di Semeru mengalami masalah karena sebuah event.
Sebuah event yang menyebabkan Semeru menjadi lautan sampah.
Sebuah
event yang melibatkan peserta hingga 1600 orang lebih (ditambah dengan non
peserta,Yellow berujar ada sekitar 1900 orang lebih yang berada di Semeru pada
saat itu)
Dan
pihak Taman Nasional akhirnya memutuskan menutup untuk sementara waktu. Hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Saya
tidak percaya tapi dalam hati juga mengikhlaskannya.
Salah
seorang sahabat saya sebelumnya pernah berujar bahwa nanjak gunung semeru itu
seperti main jodoh jodohan. Kalo jodoh yah akan diberikan kelancaran,kalaupun
tidak yah kesulitanlah yang akan terus ditemui. Saya awalnya kurang percaya.
Tapi setelah “cinta” saya seakan ditolak 2 kali oleh Semeru,barulah saya benar
benar percaya.
“Mungkin
emang belum jodohnya kali yah” Gumam saya berkali kali dalam hati.
Tapi
pada tanggal 24 November saya mendapatkan kabar dari sahabat saya, Ardi bahwa Semeru
sudah dibuka lagi dari tanggal 16 desember hingga 31 desember.
Saya
sebenarnya sudah tak terlalu minat lagi dikarenakan perasaan sakit hati yang
masih mendera. Tapi Ricky,yang saat itu sudah berada di Lampung sms saya untuk
jalan terus.
Saat
itu saya pun segera teringat pesan yang diamanatkan oleh Abadi. Dan perlahan saya
pun mulai memperjuangkan keberangkatan ke Semeru lagi.
Dan
saya pun mendapat kabar baik.
Ardi
memberi tahu bahwa salah satu sahabatnya akan berangkat pada tanggal 22
desember. Well segera saja saya iyakan penawaran itu. Lumayanlah jadi banyak
sahabat sepanjang perjalanan.
Mungkin
karena itu juga kali yah saat keberangkatan kemarin, Tuhan seakan mempersulit
jalan. Maklum,untuk keberangkatan tanggal 21 kemarin hanya saya dan Ricky saja
yang berangkat.
Dan
pada tanggal 30 November kemarin akhirnya saya pun mendapatkan tiket untuk
kepergian ke Semeru pada tanggal 22 desember nanti. Walau harus merogoh kocek
lebih dalam karena tiket yang tersisa tingga Ac ekonomi tapi tak apalah. Entah mengapa
perasaan tenang segera menyelimuti hati saya.
Saya
tak tahu bagaimana nanti kedepannya,tapi setiap hari saya selalu berdoa agar
selalu diberikan kemudahan dan kelancaran untuk kepergian kali ini. Saya benar
benar menyerahkan semua jawabannya kepada Tuhan.
Sisanya
saya berusaha agar amanat yang disampaikan oleh teman saya Abadi bisa
tersampaikan. Sekalipun nanti ada kejadian luar biasa yang membatalkan
keberangkatan saya lagi.
Tapi
amanat,semangat dan cita cita sahabat saya ini harus bisa saya sampaikan. Saya harus
menyampaikannya salamnya kepada gunung yang merupakan impian dan cita cita kami
untuk mendakinya sejak masa SMA.
Meski
untuk hal itu,saya harus mendapat jawaban ketidakpastian tapi salam Abadi untuk
Semeru harus tetap berkobar dan bisa tersampaikan.
Doakan saya yah para sahabatku :)
Kramat Jati 7 Desember 2012
Bagus nih mas klo di buat novel hhee
BalasHapusnanti saya beli deh
Bagus nih mas klo di buat novel hhee
BalasHapusnanti saya beli deh
Salam abadi untuk semeru mas... bakalan aku salamin lewat bromo mas dan kalo nanjak Lagi. SEmoga mas abadi denger teriakan kita lewat semeru ntar.
BalasHapus