(Jawaban)
Kramat Jati 19 Oktober 2011
Seminggu
kemudian Rama keluar dari rumah sakit, oleh
kesatuannya ia diberikan kesempatan cuti untuk memulihkan kondisinya. Sebenarnya
Rama ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk bertemu dengan Bunga tapi hingga
sekarang Bunga masih belum memberikan kabar kepadanya.
Bunga
benar benar seperti menghilang dalam hidup Rama. Ia pun
memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Ketika
akan keluar dari rumah sakit, ternyata
ada beberapa wartawan dari media cetak dan elektronik disana.
Keberadaan
mereka disana memang untuk mencari berita tentang korban korban gerakan
separatis kemarin. Tapi karena oleh
pihak rumah sakit dan para Tentara keberadaan mereka dianggap akan mengganggu para
pasien, maka mereka pun Cuma bisa menunggu di luar.
Rama
yang baru keluar dari rumah sakit tentu saja langsung dikerubungi oleh mereka. Para
wartawan pun segera menanyakannya banyak hal. Mulai dari
awal mula ia tertangkap sampai harapannya terhadap kondisi di Aceh.
“Lalu
apa yang ingin anda lakukan setelah ini saudara Rama??” Tanya
salah seorang wartawan.
“Hemm..saya
ingin kembali ke rumah dan memulihkan diri untuk sejenak.” jawab Rama.
“Adakah
orang yang ingin anda temui setelah pulang nanti saudara, Rama??” Tanya
salah seorang wartawan lain.
“Tentu
ada. Keluarga, sahabat dan
tentu saja saya sangat ingin bertemu dengan pujaan hati saya.” Jawab Rama sembari tersenyum.
“Ciiieeeeeeeeee........” Ujar
para wartawan serempak.
Setelah
beberapa pertanyaan, wawancara
pun segera diakhiri. Rama pun
pamit kepada para wartawan dan meminta doa mereka untuk kedamaian di Aceh.
Rama
pun segera kembali ke markas kesatuannya untuk mengambil beberapa barang
miliknya sebelum kembali ke Jakarta keesokan harinya.
Sementara itu di Malang
Berita
tentang gerakan separatis saat itu begitu ditunggu di tanah air. Banyak
orang yang menunggu berita tentang para korban. Tentu saja
kebanyakan mereka berharap yang terbaik untuk para korban.
Saat
itu di berita sore, beberapa
stasiun televisi menayangkan berita wawancara mereka dengan Rama. Ada seseorang yang begitu tertegun melihatnya, ia
benar benar tak bisa berpikir kala menatapnya.
“Rama..kau
masih hidup Ram??” Ujar orang itu. Air mata pun menetes dari wajahnya.
Malamnya..
Saat
itu Rama sedang membereskan barang barang yang akan dibawa pulang bersamanya. Saat
dia sedang membereskan beberapa barangnya tiba tiba ada seseorang yang
memanggilnya.
“Ram,ada
telepon tuh.” Rupanya
itu Rahmat, temannya.
“Dari
siapa Mat??” Tanya Rama.
“Ahh..gw
lupa tanya, tapi dia bilang seh asalnya dari
kota Malang.” Jawab
Rahmat seraya berlalu dari hadapannya.
“Malang?? Apa
mungkin itu Bunga??” Tanya
Rama kepada dirinya sendiri.
Tanpa
panjang lebar Rama pun segera berlari menuju ke arah kantor, tempat
dimana telepon itu berada. Langkahnya
begitu terburu, seperti
mengejar rindu yang selama ini dicarinya. Begitu
sampai ia pun tak langsung memegang gagang telepon melainkan menenangkan
dirinya dulu.
“Halo..disini
Rama.” Ujar
Rama begitu nafasnya mulai bisa ia atur, sambil
berharap bahwa telepon itu berasal dari orang yang disukainya.
“Ya
Allah Ramaaaaaaaaa...kau benar benar masih hidup.” Jawab
suara di seberang sana dengan setengah berteriak.
“I..i..iya..Alhamdulillah
Tuhan masih memberikan kesempatan kedua kepada saya. Tapi
maaf ini siapa ya??” Tanya
Rama dengan raut wajah sedikit kecewa, karena ia
yakin suara yang didengarnya bukanlah suara Bunga.
“Ini
aku Ram, Mbak Risma.”
“Ya
Allah mbak Risma, apa
kabarnya?? sudah lama sekali ga bertemu.”
Rama
begitu senang mendengar suara itu.
Risma
adalah kakak dari kekasihnya, Bunga. Sudah hampir 9 tahun Rama tak bertemu
dengan dirinya.
Itu
terjadi karena setelah lulus sekolah menengah atas, Mbak
Risma memutuskan untuk kuliah di Jogja. Di sana
pulalah ia bertemu dengan jodohnya dan akhirnya memilih menetap disana.
“Ngomong
ngomong dari mana Mbak dapat nomor telepon ini??” Tanya Rama.
Mbak
Risma pun menjelaskan bahwa ia mendapatkannya dari salah stasiun televisi. Memang
saat itu banyak stasiun televisi memberikan bantuan kepada keluarga korban.
Saat
itu mereka memberikan layanan telepon untuk pemberian informasi tentang para
korban. Maklumlah saat itu berita tentang para korban
begitu sulit didapat. Alasan yang
dikemukakan adalah mereka tak ingin para korban merasa tertekan oleh
pemberitaan yang berjalan.
Rama
sendiri pun baru bisa mengabarkan kondisinya kepada keluarganya sendiri sehari yang
lalu, ketika itu ia sudah diperbolehkan oleh pihak
atasan.
“Ngomong
ngomong, mbak kok bisa ada di kota Malang??”
Tak
ada jawaban, hanya sebuah keheningan yang
ditemui Rama. Tapi Rama tak berhenti bertanya.
“Bunga
apa kabarnya mbak, disana
pasti bertemu dengan dia kan??” Tanya
Rama lagi.
Hening..
Selanjutnya
yang didengar oleh Rama hanyalah sebuah tangisan dari mbak Risma.
Rama
bingung, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Perasaannya
saat itu benar benar tak karuan.
“Ram..besok
kamu bisa ke Malang??”
“Bisa
mbak, kebetulan saya sudah diberikan izin untuk
istirahat terlebih dahulu. Tapi
sebenarnya apa yang sedang terjadi mbak??ada apa dengan Bunga??” Tanya Rama
lagi.
“Mbak
tunggu yah kedatangan kamu di Malang besok.” Jawab
mbak Risma seraya mengakhiri teleponnya.
Sebuah
jawaban yang tentu saja membuat hati Rama tak menentu. Hatinya
benar benar diselimuti tanya kala itu. Malam itu
Rama benar benar tak bisa tertidur karena terus memikirkan hal tersebut.
Keesokan harinya...
Sore
harinya Rama pun sampai di kota Malang. Sepanjang
perjalanan di pesawat ia hanya bisa tertidur. Semalam ia
benar benar dibuat tak bisa memejamkan matanya karena bingung memikirkan apa
yang sedang terjadi di Malang.
Di
Bandara ia telah ditunggu oleh mbak Risma dan suaminya yang sengaja datang
untuk menjemputnya.
“Loh
Bunganya mana Mbak, ga ikut
jemput??” Tanya
Rama begitu melihat hanya mereka berdua yang menjemput.
Tak
ada jawaban. Rama hanya melihat raut raut
kesedihan dari wajah kecemasan dari wajah mereka.
Mereka
pun langsung mengajak Rama pergi ke suatu tempat. Sepanjang
perjalanan, Mbak Risma dan suaminya lebih
banyak terdiam. Setiap kali
Rama bertanya hanya dijawab seadanya oleh mereka berdua. Rama
akhirnya menyadari bahwa ada sesuatu yang disembunyikan
Entah
itu apa, yang jelas hatinya kini semakin tak karuan
karena memikirkannya. Tentu saja
hal itu membuat Rama semakin bertanya tanya pada dirinya sendiri. Rama
semakin bingung ketika ia malah dibawa ke rumah sakit oleh Mbak Risma.
“Ada
apa ini, kenapa malah dibawa ke rumah sakit??” Tanya
Rama dalam hatinya.
“Ayo
Ram, ikut mbak masuk ke dalam.” Ujar Mbak
Risma singkat.
“Ta..tapi
mbak..sebenarnya ada apa ini??, kok saya
malah dibawa ke rumah sakit??” Tanya Rama
kepada Mbak Risma.
Mbak
Risma hanya tersenyum kecil, tapi senyum
itu seperti berbalas dengan rona kesedihan yang keluar dari wajahnya.
“Sudah, nanti
kau akan mengetahui jawabnya.”
Rama
pun hanya bisa menuruti kata kata Mbak Risma, ia pun
mengkuti langkah kaki mbak Risma masuk ke rumah sakit. Rama
semakin bingung ketika ia dibawa mbak Risma masuk ke ruangan ICU. Sebelum
masuk ia disuruh mengenakan baju safety dan juga masker.
“Mbak, sebenarnya
siapa yang sakit??” Tak
ada jawaban, Mbak Risma kemudian masuk ruangan
terlebih dahulu.
“Bunga..lihat
siapa yang datang berkunjung.” Ujar
Mbak Risma kepada seseorang yang terbaring disana.
Rama
terdiam..
“I..ini
bohong kan??” Ujar Rama dalam hati begitu melihat siapa orang
yang terbaring di hadapannya.
“Bunga
lihat, Rama yang kau sayangi datang mengunjungimu, kau pasti senang kan Bunga??” Ujar Mbak
Risma lagi.
Rama
masih terdiam, tangannya gemetar melihat
pemandangan di depannya.
“Bunga..i..ini benar benar tidak
terjadi kan??” ujar Rama dalam hati, berusaha meyakinkan dirinya lagi atas apa yang sedang dilihatnya kini.
“Kau
pasti senang kan Bunga” Ucap mbak Risma lagi seraya tersenyum.
Hening..
Perasaan
Rama begitu kosong saat itu, melayang
layang hatinya melihat apa yang sedang dilihat oleh matanya.
Sosok
yang terbaring itu benar benar Bunga, sosok yang
sangat dicintainya. Bunga dalam
keadaan terbaring dengan infus memenuhi hampir seluruh bagian tubuhnya. Untuk
sekedar bernafas saja Bunga memerlukan bantuan dari sebuah selang yang
disambungkan lewat tenggorokannya.
“Dia
dalam keadaan koma Ram, akibat
kecelakaan lalu lintas sebulan yang lalu.” Ucap
mbak Risma.
“Kata
dokter kalau nasibnya baik, dia akan
segera pulih tapi dia akan Cuma bisa berbaring seperti ini sepanjang hidupnya
karena kedua tangan dan kakinya mengalami kelumpuhan.”
“I..ini
bohong kan Bunga??” Ujar Rama dalam hatinya lagi.
“Ayo
Rama, ajaklah Bunga bicara. Mbak
rasa dia bisa mendengarmu, mbak yakin
akan hal itu.”
Rama
terdiam, wajahnya
benar benar diselimuti kalut saat itu. Rama pun
tak kuat lagi dan jatuh tersimpuh di ruangan itu.
“Buuunnnggaaaaaaaaaaaa.....................” Teriak
Rama yang tak tahan lagi menyaksikan apa yang sedang dilihatnya.
Bunga.. Bunga..
Apa yang terjadi denganmu sayang
Kenapa engkau terbaring disana
Apa kau tahu perasaanku kala memandangmu
Aku benar benar tak sanggup Bunga
Bunga
Kenapa denganmu sayang
Apa kau mengerti apa yang kini sedang melandaku
Aku benar benar tak sanggup Bunga
Aku hancur melihat dirimu
Aku tak sanggup Bunga
TBC (lagi...:Pv)
0 komentar:
Posting Komentar