Chapter
IV
Tentang Kehidupan...
Kehidupan di pasar mengajarkan banyak
hal kepadaku.
Premanisme,Pencopetan,Perkelahian,Pelacuran dan Perjudian adalah
hal yang biasa aku temui disana.Oleh Pak Dito aku selalu diingatkan untuk
belajar waspada disana.
“Ambil baiknya,jangan pernah mengikuti
buruknya”Nasehat Pak Dito singkat kepadaku.
Perlahan aku mulai belajar menjadi
pribadi yang lebih kuat.
Dulu orang yang mengenalku di pasar itu
hanyalah Pak Dito seorang,lambat laun sahabatku pun semakin banyak. Karena sama sama
berasal dari masyarakat miskin,kami saling menghargai satu sama lain.
Di pasar itu pula aku mulai mengenal dan belajar mengenai ilmu bela diri. Aku mulai mempelajarinya
ketika awal aku masuk SMA.
Aku mempunyai dua guru disana.
Yang pertama bernama Bang Tigor,beliau
adalah Preman di Pasar Induk Kramat Jati. Dengan badan besar,rambut bergaya mohank,tato yang menyebar
hampir di seluruh badannya,dan juga ditambah dengan sifatnya yang suka mabuk
mabukan. Mungkin tak akan pernah
ada yang menyangka bahwa beliau adalah seorang ahli bela diri. Ia sangat mahir dalam perkelahian
tangan kosong/Martial art.
Di Pasar pun tak ada seorangpun yang
berani kepadanya.
Beliau sangat ahli dalam bela diri Tarung Drajat. Bang Tigor pernah
bercerita betapa lamanya ia mempelajari bela diri itu. Ia bahkan rela datang
ke tempat dimana beladiri itu berasal yaitu Bandung
untuk mempelajarinya secara langsung.
Bang Tigor selalu menekankan bahwa
Tarung Drajat bukan Cuma soal ilmu bela diri,tapi juga soal bagaimana
memanfaatkan Senyawa
Daya Gerak Otot, Otak serta Nurani secara Realistis dan Rasional.
Di
dalam
proses pembelajaran dan pemberlatihan gerakan-gerakan seluruh anggota dan organ
tubuh serta bagian-bagian penting lainnnya.
Dalam
rangka memiliki dan menerapkan 5 (lima) unsur daya moral, antara lain yaitu :
Kekuatan - Kecepatan - Ketepatan - Keberanian dan Keuletan.Intinya adalah
penyelarasan pikiran.
Oh
iya darimana aku mengenal Bang Tigor??
Jawabannya
simple,karena beliau adalah adik dari Pak Dito.
Pak
Dito selalu mewanti wanti Bang Tigor untuk tidak menggangguku,beliau malah terkadang
disuruh untuk menjagaku.Karena itulah aku tak pernah mendapat masalah selama
bekerja disana.
Pak
Dito dan Bang Tigor bagai air dan api.Tiap kali mereka bertemu mereka pasti
saling adu mulut.Tapi dibalik itu semua mereka saling peduli satu sama lain.
Pak
Dito pernah menceritakan kepadaku,bahwa Bang Tigor menjadi seperti itu karena
ditinggal mati oleh Istri dan anaknya.
Istri dan anak Bang Tigor meninggal dalam sebuah
kebakaran.
Setiap
mabuk,Pak Dito pasti selalu menceritakan tentang mereka.
Kata
Bang Tigor kalo anaknya masih hidup mungkin sudah sebesar diriku.
Mungkin
karena hal itulah beliau jadi sangat menyayangiku,begitu pun sebaliknya.Aku
sangat menyayangi orang ini,melebihi rasa sayangku terhadap ayah sendiri.Tapi
tetap saja beliau sangat keras ketika melatihku.
Sekarang
aku akan bercerita tentang guruku yang kedua.
Guruku
yang kedua bernama Bang Wasis,beliau adalah teman satu pekerjaan di pasar yaitu
kuli panggul. Beliau bertubuh
tambun,berambut keriting gondrong dan mempunyai jenggot yang lebat.
Meski
gendut tapi jangan remehkan kelincahan Bang Wasis,ia selincah kancil.
Di
pasar Bang Wasis mempunyai pekerjaan lain yaitu sebagai tukang potong hewan.
Pekerjaan
itu ia lakoni dari pagi hingga siang saja,setelahnya terkadang ia juga disuruh
membantu berjualan oleh beberapa pedagang,kalaupun tidak ada biasanya akan
tidur sambil menunggu jam 7 malam.
Aku
sebenarnya bingung,kenapa Bang Wasis juga bekerja sebagai kuli panggul.
Bagaimana
tidak dari profesinya sebagai tukang potong hewan saja ia sudah mendapatkan
pendapatan yang lumayan.
Ketika
kutanyakan hal itu kepadanya ia Cuma menjawab singkat
“Iseng
aja,sekalian ngelatih otot”
Sebuah
jawaban yang membuat setiap orang yang mendengarnya hanya bisa mengernyitkan
dahi.
Dari
Bang Wasis aku diajari banyak hal,terutama seni memegang senjata.
Seperti
yang sudah kukatakan,Bang Wasis bekerja sebagai tukang potong hewan.
Beliau
benar benar ahli dalam memegang semua jenis pisau.
God
kalian
harus melihat sendiri ketika dia sedang melakukan pekerjaannya.
Setiap
kali melihatnya aku hanya bisa terperangah.
Ia
benar benar hebat.
Untuk
memotong dan menguliti seekor hewan (biasanya sapi atau kambing) ia cuma butuh
waktu tak lebih dari setengah jam. Karena itu tak
heran,meskipun bisa dibilang Bang Wasis mempunyai sifat pemalas tapi ia sangat
disukai sama bosnya.
Bang
Wasis mempunyai hobi yaitu memancing dan berburu.
Hobinya
ini benar benar diturunkannya kepadaku.
Awalnya
setiap minggu aku selalu disuruh pergi menemaninya,tapi lama
kelamaan malah aku sendiri yang menyenangi hobinya
ini.
Tiap
kali aku memancing bersamanya aku selalu diberikan nasehat yang sama
“Memancing
itu butuh kesabaran,sama seperti menjalani kehidupan.
Jangan
terlalu cepat mengambil kesimpulan,amati dan tunggu
!!mungkin
jawaban yang kau cari ada di akhir jalan”
Entahlah!!!
Aku
belum terlalu bisa mengartikan nasehat beliau
kala itu. Yang kupahami bahwa
sabar itu baik.
Yang
jelas setiap kali memancing bersamanya,hasil tangkapanku pasti selalu kalah.
Beliau
benar benar tenang ketika memancing,berbeda jauh denganku yang cepat sekali
bosan dan resah sendiri.
Yang
selanjutnya diturunkan kepadaku adalah hobi berburu.
Hewan
yang kuburu disini kebanyakan cuma hewan hewan kecil
(semacam burung atau binatang pengerat).
Bang
Wasis mempunyai banyak senapan angin di rumahnya.
Setelah
kutanyakan baru aku mengerti dari mana ia mendapatkan senjata senjata itu.
Rupanya
dulu ia juga berjualan sebagai penjual senapan
angin,hal itu ia wariskan dari ayahnya.
Tapi
semenjak ayahnya meninggal dan Bang Wasis lebih suka dengan profesinya di pasar
maka terbengkalailah senjata senjata itu. Ia cuma menaruhnya saja di rumah dan
tidak menjualnya lagi.
Ada
beberapa senjata yang sangat dibanggakan oleh Bang Wasis
“Neh
ndi,senjata ini hasil rakitan dari abang sama ayah abang.
Mantep
banget dah walau cuma senapan angin” Ujarnya sembari menunjukkan
sebuah senapan angin kepadaku. Senapan itu sama
seperti bentuk senapan angin lainnya.Yang membedakannya mungkin cuma senjata itu lebih
balance bahannya,ringan dan hasil tembakannya lebih jauh.
Ada
satu lagi senjata kebanggaannya yaitu senjata jenis Revolver.
Senjata
itu ia beli tak lebih karena kecintaannya kepada film koboi.
Aku
selalu bersaing dengan Bang Wasis dalam mendapatkan buruan. Selain itu aku juga
selalu bertaruh dengannya dalam hal menembak sasaran (dalam hal ini yang
biasanya digunakan kaleng susu atau botol).
Walau
masih banyak kalahnya,tapi entah mengapa hatiku selalu senang.
Karena
tiap waktu dengan Bang Wasis aku selalu belajar menjadi orang yang lebih
berkembang.
Dan perlahan tapi pasti aku mulai bisa mengimbanginya.
Kenapa
Bang Wasis mau mengajariku semua hal itu,awalnya ia Cuma menjawab
“Iseng
aja,daripada ga ada kegiatan”
Walau
belakangan baru kuketahui alasan ia mengajariku karena ceritaku sendiri. Yah
karena teman satu pekerjaan aku banyak bercerita tentang hidupku kepadanya.
Rupanya
di balik badan besar dan segala kecuekannya,Beliau adalah orang yang
sentimentil.
Itulah
kedua guruku,masa masa Sekolahku benar benar banyak
kuhabiskan dengan menuntut ilmu dari mereka.
Aku
benar benar digembleng menjadi pribadi yang lebih kuat oleh mereka.
****
To be continued
salam hangat!
BalasHapuswah, harus hati2 nih bacanya.. !
jangan sampai kena tabok.. :D
Affanibnu : salam hangat jg kawan..
BalasHapushaha..slow aja masbro,paling cuma kena jewer sm jitakan xP