Sore itu saya berada di rumah Bibi saya yaitu Bi
Erna,ketika itu saya disuruh oleh Ibu saya untuk mengantarkan Wajik dan Geplak
pesanan Bi Rembang.
Ibu saya juga berpesan agar jangan lupa untuk
mengambil uang pembayarannya.
Niat saya Cuma sebentar untuk berada disana karena
sore itu saya masih ada jadwal untuk kuliah.
Tapi sial ketika itu Bi Erna sedang pergi mengantar
Zahra,anak pertamanya yang kini sudah menginjak bangku SMP pergi ke pasar
Pondok Gede untuk membeli suling.
Yah jadi dengan terpaksa saya menunggu
sebentar,daripda nanti harus bolak balik mengambil uangnya.
Sore itu di rumah Bibi Cuma ada Nenek dan Citra,anak
kedua Bi Erna.
Saya menghabiskan waktu saya disana dengan mengobrol
dengan nenek saya.Nenek banyak bertanya tentang apa yang saya lakukan
kini,tentang kuliah saya dan juga membicarakan keluarga keluarga kami.
Hingga pada satu pembicaraan nenek menyinggung sebuah
masalah yang sedang menimpa mereka (Bi Erna dan nenek).
Saat itu Bi Erna sedang dilanda masalah,beliau sedang
terlibat masalah karena terjerat hutang yang bisa dikatakan besar buat keluarga
kami.
Beliau pun terpaksa menjual rumah yang sedang
ditempatinya saat ini.
Walau saya tahu ini terjadi karena gaya hidup
komsumtif Bi Erna tapi saya juga mengetahui masalah ini terjadi bukan karena
beliau seorang.
2 bibi saya yang lain yaitu Bi Lastri dan Bi Tijah
juga ikut berperan.
Malah bisa dibilang Bi Tijahlah yang mengajarkan gaya
hidup komsumtif kepada Bi Erna.Tak terhitung deh masalah yang timbul di
keluarga kami karena beliau.
Saat itu mereka bertiga dengan mudahnya meminjam uang kepada
rentenir dan Bank dalam jumlah besar.Hasilnya nenek menceritakan bahwa beberapa
kali debt kolektor datang dan menagih utang kepada mereka.
Tiap saat utang itu bertambah hingga jumlahnya menjadi
ratusan juta.
Bi Erna pun dengan berat hati menjual rumah yang
puluhan tahun ditinggalinya.
Biarpun itu bukan kesalahannya seorang tapi saya tahu
Bi Erna akan berusaha untuk melunasinya sendiri.
Saya paling tahu sifat Bi Erna,karena sewaktu kecil
saya selalu bersamanya.Bisa dibilang Bi Erna adalah ibu kedua saya.Karena dulu
saya lebih senang bersama dia ketimbang orang tua saya sendiri.
Bi Erna adalah orang yang baik,sangat sangat baik
diantara Bibi bibi saya yang lain.Kalau bukan karena beliau mungkin saya sudah
meninggal ketika kecil.
Ketika kecil saya pernah masuk rumah sakit karena
Muntaber.Yah pada intinya saat itu keadaan saya sudah lumayan parah bahkan
selang infus saja sampai harus di kepala.
Saat itu orang tua saya tak mampu membayar biaya rumah
sakit,bahkan ayah saya hanya mendiamkan dan menyalahkan semuanya kepada Ibu
saya.
Tapi saya masih mempunyai Bi Erna,dialah yang sangat
berjasa menyelamatkan hidup saya.Beliaulah yang membayar semua biaya rumah
sakit.
Singkatnya,kini Bibi dan Nenek harus pindah ke rumah
yang jauh lebih kecil.
Sebenarnya saya sudah mengetahui cerita itu dari Ibu
saya.Tapi tetap saja mendengarnya langsung dari Nenek membuat perasaan saya
benar benar hancur saat itu.
Saya sesali keberadaan saya sendiri yang belum bisa
berbuat banyak untuk orang orang yang paling saya sayangi.
-_-
Saat itu Nenek juga menceritakan sedikit konfliknya
dengan Bi Lastri.Nenek saat itu marah kepada Bibi karena masalah hutang itu.
Tapi Bi Lastri malah menyinggung kembali masalah masa
lalu.
Bi lastri bertanya kepada nenek,kemana harta kakek
yang jumlahnya banyak itu??
Hening...
Lalu nenek menceritakan masa lalunya,masa dimana
Engkong masih hidup.Nenek bercerita bagaimana kurang pintarnya kakek saya.
Dulu kakek saya bekerja sebagai tukang sapu di sebuah
sekolah.Oleh karena pekerjaannya itu dia diberikan beberapa petak tanah oleh
Pemerintah.
Tapi semua itu lenyap tak berbekas,Engkong kehilangan
semuanya karena memang kurang terpelajar.Engkong saya bisa dibilang tak
mengenyam pendidikan dengan baik.
Bayangkan saja..
Beberapa meter tanah hilang begitu saja hanya untuk
ditukar dengan Kasur (tempat tidur) dan Radio.
Belum lagi Kakek saya juga dulu gemar bermain judi
dadu,makin hilanglah satu per satu yang dimilikinya.
Tampak rona rona penyesalan yang saya tangkap di wajah
nenek.Saya benar benar sedih mendengarkan ceritanya,tapi saat itu saya harus
kuat demi nenek saya.
Nenek juga tertawa ketika menceritakan beberapa
hal,diantaranya ketika kakek saya membeli membeli beberapa karung tape singkong
untuk dijual,tapi karena tidak laku akhirnya tape itu diberikan kepada orang
orang di pasar.
“Aduh,,bener bener bego banget dah engkong lo” Ujarnya
sembari tertawa.Tapi di tengah tawanya itu,nenek juga mengucurkan air mata.
Bodoh memang tapi itulah kenyataannya.Kakek saya benar
benar tak bisa memikirkan usaha yang akan dijalankannya.
Nenek semakin geli saat mengenang teman kakek yaitu
(saya lupa namanya) tapi sebut aja Pak Tohir.
Saat itu ketika Pak Tohir tak mempunyai beras,ia lalu
mengambil beberapa genteng di atap rumahnya dan menjualnya hanya untuk membeli
beras.
Yah itu Cuma untuk menggambarkan betapa kurang
berpendidikannya orang orang jaman dulu.Dengan ilmu seadanya maka hasil yang
didapatkan pun Cuma seadanya.
Saya sangat bersedih untuk hal ini,ga terbayang deh
kalau semua hal dari kakek itu masih ada.
Entah seperti apa??
Mungkin akan ada lebih banyak senyum di wajah keluarga
saya,mungkin saya tak akan pernah menunda nunda keinginan saya untuk bersekolah
setinggi tingginya.
Tapi itulah kenyataannya,biar pahit tapi itulah yang
namanya kehidupan.Selalu ada makna dalam setiap perbuatan.
Apa yang sudah dilakukan oleh Kakek saya,itu adalah
sebuah kesalahan yang tak boleh terulang.
Di akhir obrolan nenek mengatakan sebuah hal kepada
saya.
“Makanya Ndar,lebih baik mati ninggalin ilmu ketimbang
mati meninggalkan harta”
Nenek hanya tertunduk bersedih setelahnya,beliau
seperti sedang mengenang segala hal yang dulu terjadi.
Saya hanya mengusap ngusap punggungnya mencoba
memberikannya kekuatan akan cobaan yang kini sedang dialami oleh keluarga kami.
Tak lama Bi Erna kembali.Dia minta maaf karena agak
lama,lagipula dipikirnya saya tak akan kesanan sekarang.
Setelah meminta uang wajik dan geplak,sebenarnya mau
langsung ke tempat kuliah pada saat itu.
Tapi saya ditahan sebentar karena bibi sudah
membelikan bakso buat saya.
Karena ga enak akhirnya saya makan dulu disana,biarlah
walaupun masuk kuliahnya nanti pasti agak telat.
Suasana saat itu sangat ramai.
Bi Erna,Nenek,Zahra,Citra,dan juga ada Desta (anak
kedua dari Bi Lastri).
Saya benar benar merasakan kehangatan disana.
Setelah magrib saya pun memutuskan untuk berangkat ke
tempat kuliah.Dalam perjalanan entah kenapa ada perasaan yang begitu kuat pada
diri saya.
Ada sebuah janji yang begitu terpatri di hati
saya.Begitu besar keinginan saya untuk mewujudkannya.
Keinginan kuat untuk menjadi orang yang
berhasil,keinginan untuk menjadi orang yang berguna untuk orang orang yang saya
sayangi.
Saya sangat ingin membalas jasa jasa mereka,saya ingin
menjaga mereka.
Saya Cuma bisa berdoa dan berusaha,semoga saja
keinginan itu bisa menemui titik terang nantinya ^^
Kramat Jati 30 Oktober 2011
0 komentar:
Posting Komentar