Chapter II
Spirit on my life
Namaku
Rohandi,tapi teman temanku biasa memanggilku Andi. Aku adalah anak pertama dari
2 bersaudara.
Orang
orang akan selalu tertawa jika melihat perawakanku.
Bagaimana
tidak??
Dengan
tubuh agak bungkuk,berkacamata tebal,berambut klimis dan cara bicara yang agak
kikuk.Aku adalah perwujudan dari Bety la fea versi laki-laki.
Orang
orang pasti selalu tertawa dan meremehkan keberadaanku.
Setiap
orang tua juga selalu melakukan perbandingan terhadapku,mereka berharap anak
mereka tak menjadi sepertiku.
Aku
bahkan mempunyai julukan tersendiri di kampung dan di sekolah yaitu si culun.
Aku
kini tinggal bersama keluargaku di sebuah kawasan kumuh di pinggiran
Jakarta,sebuah kawasan dimana lebih banyak ditinggali oleh para pendatang dari
luar Jakarta. Kehidupan disana sangat keras,bahkan sesama tetangga sering
terjadi keributan.
Orang
tuaku adalah sebuah bencana dalam kehidupan ini,tiap hari mereka lebih sering
ribut satu sama lain ketimbang mengurus aku dan adikku.
Ayahku
bernama Armand,ayahku adalah seorang pengangguran sejati??
Sepanjang
hidupnya ia tak pernah mempunyai pekerjaan,ia adalah wujud dari perumpamaan
kata “SAMPAH”.
Belum
lagi ditambah kebiasaannya bermain judi dan mabuk-mabukan,ia adalah seorang
ayah yang tak patut diteladani.
Ibuku
bernama Mely,ibuku adalah seorang pegawai di tempat karaoke.
Ibuku
juga mempunyai kebiasaan buruk??
Ia
mempunyai kebiasaan minum-minuman keras dan selalu pulang larut malam,terkadang
sampai pagi (bahkan tidak pulang sama sekali).
Belakangan
ini baru kuketahui bahwa Ibuku juga mempunyai pekerjaan lain??
Ia
juga bekerja sebagai pegawai Diskotik dan bekerja sebagai perempuan bayaran di
sana.
Ya,bisa
dibilang bahwa Ibuku adalah seorang perempuan malam atau lebih kasarnya sebagai
pelacur.
Ayahku
mengetahuinya tapi tak pernah peduli dengan keadaan itu,bagi ayahku selama
perutnya kenyang dan ia bisa mendapat jatah uang takkan pernah ada masalah.
Mereka
juga jarang bertemu,sekalipun bertemu mereka pasti bertengkar.Segala hal selalu
mereka ributkan,sekecil apapun masalah itu.
Setiap
saat aku selalu melihat pertengkaran mereka,aku malah semakin membenci mereka.
Entahlah,kebencian
itu sudah tak bisa lagi kugambarkan,aku juga tak tahu sudah seberapa dalam
kebencianku ini.
Aku
tahu ini salah,karena bagaimanapun mereka adalah orang tuaku sendiri. Tapi aku
juga tak bisa berbohong bahwa aku sangat membenci mereka.
Tapi
biar bagaimanapun bencinya aku tak pernah berpikir untuk melawan mereka.
Entahlah??
Mungkin
karena aku memang belum punya keberanian terhadapnya. Lagipula sejelek apapun
mereka,sebagai seorang anak aku akan selalu menghormati keberadaan mereka
sebagai orang tuaku.
Satu
hal yang paling aku benci dari pertengkaran mereka adalah selalu melibatkan aku
dan adikku.
Mereka
dengan tanpa ragu melampiaskan perasaan marahnya terhadap kami,bahkan mereka
juga tak pernah segan untuk memukul kami.
Tiap
hari,aku dan adikku sering sekali menerima pukulan dari mereka tanpa bisa kami lawan.
Kami
hanya bisa menerimanya dan menangis.
Aku
mempunyai seorang adik bernama Mariana Hesti,aku sangat menyayangi dirinya.
Bagiku
ia adalah segalanya di dunia ini??
Hesti
adalah satu-satunya alasanku bertahan selama ini,dia adalah alasanku hidup dan
bertahan di rumah.
Tanpa
dia mungkin aku sudah memilih mati dan pergi dari dunia ini,tanpa dia mungkin
aku sudah kabur dan melarikan diri dari jerat kedua orang tuaku.
Adikku
Hesti adalah seorang malaikat bagiku,ia selalu mengerti dan memahami akan
hadirku.
Hesti
tidak pernah bersekolah,dia juga tidak pernah memahami dunia di luar sana.
Bukan
karena keadaan orang tuaku,bukan juga karena kemauan adikku.
Adikku
hanya tidak beruntung karena dilahirkan di Negara ini,sebuah Negara yang tidak
lagi bisa menjamin hak hidup dari tiap warga negaranya.
Adikku
juga kurang beruntung karena dilahirkan di keluarga kami,sebuah keluarga yang
tak berada dan tak bisa menjamin dan memenuhi kehidupannya dengan baik.
Adikku
Hesti adalah seorang Tuna Rungu sejak lahir.Ya,adikku tak pernah bisa mendengar
dan berbicara dengan baik seumur hidupnya.
Aku
sering menangisi keadaannya,menangisi kehidupan yang dijalaninya.Tapi ia selalu
datang untuk menguatkanku,Hesti seperti berkata bahwa semuanya akan baik-baik
saja.
Tapi
bagi orang tuaku Hesti hanyalah sampah,mereka seakan menyesal pernah melahirkan
Hesti ke dunia.
Mereka
tak hanya menunjukkannya lewat kata-kata,tapi juga perbuatan.Mereka selalu
memukulnya dan selalu melarangnya untuk keluar rumah.
Mungkin
mereka merasa malu karena kehadiran Hesti,mereka seakan ingin menutup rapat
tentang keberadaannya.
Hesti
selalu disuruh melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah,dari yang termudah hingga
yang terberat sekalipun.
Bagi
orang tuaku Hesti hanyalah seorang babu,dia hanyalah seorang pembantu.
Hesti
tak pernah mengeluh dengan keadaan itu,walau aku tahu betapa berat beban yang
ditanggung dalam hatinya.Hesti selalu terlihat kuat jika berada di hadapanku
walau aku mengetahui kadang kala ia selalu menangis menghadapi keadaannya,dia
hanya tak mau menunjukannya di hadapanku.
Tak
pernah sekalipun dalam hidupnya ia ingin membuatku bersedih,ia selalu
memberikanku kekuatan bahkan di saat terlemah sekalipun.
Memberikanku
cahaya bahkan di saat tergelap sekalipun.
Tekadku
dalam hidup pun hanya untuk dia seorang,aku tak mempunyai tekad hidup yang
lain.Aku selalu berjanji kepada diriku sendiri untuk menjadi orang yang
berhasil dan sukses untuknya.
Aku
akan memberikan segalanya,meski itu harus mengorbankan diriku sendiri. Bagiku
senyum Hesti adalah hal terbaik di dunia ini.
**
0 komentar:
Posting Komentar