.

Sabtu, 08 Desember 2012

Salam Abadi Untuk Semeru




Minggu 11 November 2012,

Pada hari itu saya berniat untuk menjenguk salah satu teman baik saya,Abadi Kaban. Abadi adalah teman saya sedari SMA. Yuph jika anda masih ingat tulisan saya yang berjudul RASTA PALA ITU..” pasti segera mengenal siapa dia. Abadi merupakan salah satu personil RASTA PALA.

Saat itu dia tengah dirawat akibat penyakitnya,yang saat itu saya belum terlalu mengerti itu apa. Kabar yang saya terima masih simpang siur,itu pun hanya beberapa orang teman yang masih sudi mengabarkan berita ini kepada saya.
Saya menerima kabar ini pada malam hari dari teman RASTA PALA yang lain yaitu Andi. Dia berulang kali mengirim pesan (sms) kepada saya untuk segera menjenguk Abadi. Walau untuk itu dia juga harus meminta bantuan pacarnya,Mitha.
Saya tak segera menanggapinya. Tapi saya mengatakan bahwa secepatnya akan pergi untuk menjenguknya.
Bukan karena saya tak peduli tapi pada saat itu saya sedang larut dalam masalah saya sendiri. Sebuah permasalahan yang membuat saya harus berkonflik dengan ayah dan pergi dari rumah selama berbulan bulan.
Heehhhh! ! ! ! !
Memang tak relevan dan bukan alasan yang benar. Tapi saya bukanlah penyelesai masalah yang baik. Kadang saya malah sering terlarut dalam masalah yang hadir mendera saya.

Abadi dirawat di rumah sakit Santo Carolus,Jakarta Timur.
Well lucunya tentang rumah sakit ini adalah bahwa saya baru mengetahui letaknya pada hari itu. Selama hampir 25 tahun kehidupan yang saya jalani dan ribuan kali perjalanan lalu lalang lewat sana. Saya benar benar baru mengetahui letak gedungnya disana.
“Oh..ini toh rumah sakitnya” ujar saya dengan tampang penuh keheranan. Heran ternyata ga terlalu sulit untuk menemukannya karena letaknya yang berada di pinggir jalan.
Hahahaha terlalu!!!!


-_-

Siang itu tidaklah begitu cerah,awan hitam begitu setia menaungi hari. Saya pergi ke rumah sakit dengan ditemani teman kuliah saya yaitu Iqbal Maulidani.
Saya memintanya untuk menemani saya ke rumah sakit,sebab akan sangat menjemukan jika harus berjalan sendirian. Apalagi ke rumah sakit. Yang paling saya suka dari Iqbal adalah sifatnya yang ga mau tanya banyak hal.
Dia bukanlah pribadi usil. Ketika saya meminta bantuan kepadanya,ia pasti akan segera mengiyakan. Tak terlalu banyak tanya dan hanya berangkat untuk segera menemani. Walaupun itu hal yang ga jelas sekalipun.

Hari minggu itu saya bangun agak pagi. Sekitar jam 10 saya berangkat menuju ketempatnya Iqbal di bilangan kampung Makassar. Saya berjanji untuk bertemu dengannya di  Ikims Café (namanya aja yang keren,sebenarnya tempat ini hanyalah warung kopi haha)
Setelah ngopi dan ngobrol ngobrol hal hal ga jelas,sekitar jam 11 kami segera berangkat menuju ke rumah sakit. Yang paling lucu ketika jalan sama Iqbal adalah doi juga banyak ga tahunya. Malah terkesan lebih bingungan dia.
“Gue pernah liat nge,tapi gue lupa juga deh dimana tempatnya (RS Santo Carolus)” ujar Iqbal saat sudah berada dijalan.
Hadehhh!!!!
Tapi seperti yang saya pernah katakana di tulisan saya sebelumnya mengenai Iqbal,hal yang paling menyenangkan waktu jalan sama doi adalah sifatnya yang rame dan cuek.
Jadi ga peduli seberapa diamnya saya,yah dia ngoceh aja terus.

“Nah itu dia nge”Ujar Iqbal sembari menunjuk kearah rumah sakit yang kami tuju. Saya pun segera mengambil arah memutar jalan. Setelah hampir salah masuk parkiran,sekitar jam 11 lewat kami pun akhirnya sampai.
Dari Mitha dan Andi saya tahu bahwa Abadi dirawat di ruang Laksa nomor 50.
Waktu saat itu menunjukkan hampir jam 11 lewat. Segera setelah memarkirkan kendaraan. Saya segera saja menuju ke ruangan tempat Abadi dirawat.
“Maaf pak ruangan Laksa nomor 50 letaknya dimana yah pak” Tanya saya pada security yang sedang berjaga di depan.
“Dari sini mas lurus aja,lalu setelah nemu perempatan ambil kiri dan ikuti saja petunjuk selanjutnya. Pokoknya ruangan itu terletak di bagian paling ujung jalan deh mas” jawab sang security dengan sigap.
Kami pun segera menuju kesana. Well ternyata seperti yang dibilang oleh Pak Security,memang mudah untuk menemukan ruangannya. Setelah bertemu perempatan jalan kami menemukan petunjuk arah yang memudahkan kami untuk menemukannya.
Ruangan itu ternyata masih terletak dilantai 1 rumah sakit.
Sesampainya disana kami tak segera bisa langsung masuk. Ruangan itu dikunci oleh petugas kebersihan. Ketika kami mencoba menerobos masuk segera saja mendapat kicauan dari seorang suster yang sedang berjaga.
“Mau jenguk siapa de??”Tanya salah seorang suster disana.
Iqbal lalu menoleh kearah saya.
“Abadi Kaban sus”Jawab saya
“Oh Abadi,yang dirawat diruangan 50 itu loh sus”Ujar salah seorang suster kepada suster lainnya.
“Menjenguknya nanti saja de,lantainya masih baru dibersihkan itu. Nanti saja jam 1 kembali lagi. Lagipula Abadi juga pasti sedang beristirahat sekarang”
Saya dan Iqbal hanya bisa menurutinya saja. Kami pun segera menuju keluar ruangan.
Sembari menunggu saya dan Iqbal memperbincangkan berbagai hal. Mulai dari pegawai rumah sakit yang kece hingga seorang bapak yang melintas didepan kami sambil menggunakan baju The Beattles.
(Ga penting seh buat dibahas tapi saya dan Iqbal adalah seorang Beattlemania haha I’m proud with that)
“Si Abadi ini salah satu kawan lo dari Rasta Pala kan ya nge??”Tanya Iqbal
“Yuph”
“Gue lost contact sama doi dah hampir setahun. Terakhir gue denger dia ada di Kalimantan buat kerja dan ngobatin penyakitnya. Dan belum lama gue dapet kabar bahwa doi udah ada disini” tambah saya lagi.
Well Iqbal adalah Iqbal. Saya jelaskan panjang lebar juga dia seakan ga peduli dan terkesan cuek.
“Udah yo masuk aja,noh juga banyak yang nerobos masuk. Udah kelamaan neh disini” Ujar Iqbal seraya menunjuk kearah ruangan.
Memang tak terasa sudah setengah jam lebih kami menunggu ruangan itu selesai dibersihkan.
Well tapi sedari tadi kami memang melihat banyak orang lalu lalang masuk ruangan tanpa ada yang mencegah. Sepertinya memang kami saja yang apes karena harus menunggu untuk menjenguk.
Dengan cuek kami pun masuk ke ruangan itu kembali.
Kami pun mencari ruangan bernomor 50.
“Maaf sus ruangan nomor 50 dimana yah??”Tanya Iqbal pada salah seorang suster yang sedang berjaga.
“Oh,nanti ade belok kiri saja. Ruangannya terletak paling pojok kok de. Mang mau menjenguk siapa de”Tanya suster itu.
“Abadi Kaban sus”
“Ohh Abadi Kaban,ade kekiri saja. Ruangan nomor 50 terletak dipaling pojok kok. Abadi dirawat di bagian pojok ruangan”tambah suster itu lagi.
Dan kami pun segera berjalan menuju keruangan tempat Abadi dirawat. Ketika sampai didepannya saya agak ragu untuk masuk. Deg degan juga melihat kondisi sahabat saya yang satu itu.
Iqbal seh udah melengos aja buat ngeliat liat. Padahal dia tahu juga kaga Abadi yang mana. Bener aja ga lama dia menunjuk pada salah seorang bapak yang ada diruangan itu.
“Nge ini bukan orangnya?”Ujarnya sambil berbisik. Saya cuma menjawab dengan gelengan kepala.
Hadehh Iqbal Iqbal!!
By the way dalam ruangan nomor 50 itu bukan Cuma abadi yang sedang dirawat. Di ruangan 50 terdapat 6 tempat tidur untuk perawatan dimana semuanya terisi dengan pasien.
Begitu masuk ke dalam ruangan saya bertemu dengan seseorang yang tak asing. Dia adalah kakak pertama dari Abadi. Saya mengingatnya karena beberapa tahun yang lalu Abadi pernah memberi tahu saya pada saat acara kematian ibunya.
Tapi sumpah saya lupa sama namanya.
Lagipula kalau ditanya masalah kehidupan pribadi Abadi,sebenarnya saya tak terlalu banyak tahu. Setahu saya (entah benar atau salah), Abadi adalah anak ketiga dari 3 bersaudara.
Kedua kakaknya adalah perempuan,dan mereka semua sudah menikah. Saya juga baru mengetahui wajah dari ibundanya ketika saya datang pada upacara pemakamannya.
“Apa kabar kak”Tanya saya sembari mengajaknya bersalaman.
“Baik,baik baik aja kok. Mau jenguk Abadi yah”Tanya kakak Abadi lagi. Saya hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan kepala
Saya pun segera diajak menuju ketempat tidur dimana Abadi dirawat.
Tempat tidur Abadi terletak dipojok kiri ruangan. Dari balik jendela kamar itu saya bisa melihat beberapa tumbuhan dan mobil yang lalu lalang di parkiran.
Di tempat itu sedang ada beberapa orang. Orang yang pertama saya tak begitu asing,walau butuh waktu untuk saya menyadarinya. Dia adalah ayah dari Abadi.
Well saya agak lupa karena potongan rambutnya. Terakhir saya bertemu,rambut ayah Abadi masih lumayan gondrong. Itu pun bertemunya beberapa tahun yang lalu.
Orang orang yang lain belakangan baru saya ketahui adalah tulang dan tante dari Abadi.
Nb : Tulang adalah sebutan abang/adik laki laki dari mama dalam bahasa batak
Setelah menyalami mereka saya pun melihat sahabat saya itu. Ketika saya melihatnya secara langsung,saya benar benar terkejut dengan kondisinya.
Badannya sudah kering kerontang,habis tinggal tersisa tulang belulang. Tubuhnya habis,sisa tubuhnya hanyalah kulit yang merekat pada tulang tulangnya.
Selang begitu setia menemani hidung dan tangannya. Tabung oksigen setia mendampingi disisi tempat tidur. Nafas Abadi sudah begitu berat,dalam tidurnya saja ia sudah begitu kesulitan untuk bernafas.
Saat itu Abadi tengah tertidur dengan posisi menyamping ke kanan. Abadi tengah dalam kondisi setengah tertidur. Belakangan juga baru saya ketahui dari Andi bahwa saat dirawat Abadi memang sangat sulit untuk tertidur.
“Bad,bangun Bad. Ini ada teman kamu yang datang”Ujar Kakaknya setengah berbisik kepada Abadi.
Abadi segera saja terbangun. Tatapannya liar menatap kesegala ruangan. Segera setelah menemukan yang ditujunya ia pun berujar.
“Eh Erte,lo kapan datang te”Tanyanya singkat. Tak lama batuk segera menderanya,suara batuknya benar benar menusuk saya. Saya benar benar sedih melihat kondisi sahabat saya itu. Tapi sebisa mungkin,saya mencoba menahan air mata saya.
“Barusan aja Bad”
“Dateng sama siapa te??”
“Sama temen gue bad” Lalu saya pun memperkenalkan Iqbal kepada Abadi.

kondisi abadi,4 hari sebelum saya jenguk

Lalu saya duduk disebelahnya,sementara Iqbal berdiri tepat di ujung tempat tidur. Ia sibuk memperhatikan sekitar,meninggalkan saya untuk sekedar berbincang dengan Abadi.
Sementara itu kakak dari Abadi dan tulangnya beranjak keluar untuk makan siang. Sementara ayahnya berdiri di sisi lain tempat tidur dan sibuk untuk memijat kaki anaknya.
Abadi seakan setengah tersadar ketika berbincang dengan saya.
Saya hanya terdiam melihat kondisi teman saya itu. Abadi benar benar nampak lemah dalam tidurnya. Begitu sulit untuk sekedar bernafas. Abadi seperti tahu kekhawatiran yang begitu tampak di wajah saya. Dalam kondisi terlemahnya pun ia masih melontarkan kata candaan kepada saya.
“Gue kurus banget yah te??”Ujarnya seraya tertawa yang segera diselingi dengan suara batuknya.
“Kaga Bad,lo masih keliatan ganteng kaya dulu. Cuma sedikit berkurang seh karena lo udah ga gondrong lagi hehe” jawab saya yang diselingi tawa oleh kami berdua.
Abadi kemudian terbatuk lagi. Kesadarannya mulai sedikit menghilang. Saya sengaja hanya melihat dan tak menyadarkannya. Saya takut kalau nanti malah itu mengganggunya. Karena saat itu Abadi memang tengah berupaya untuk beristirahat.
Lalu saat Abadi mulai tersadar lagi,ia menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat saya terkejut,heran dan hingga saat ini menjadi bingung sendiri dibuatnya.
“Lo kapan ke Semeru te??”

-__-

Saya benar benar terkejut.
Saya bingung darimana Abadi bisa tahu bahwa saya akan pergi ke Semeru. Well saya memang berencana akan ke Semeru pada bulan November kemarin. Rencana awalnya berangkat antara tanggal 13 atau 14 November. Tapi rencana itu tertunda karena ketiadaan tiket (sumpah,saking sulitnya mendapatkan tiket sampai calo sendiri aja angkat tangan dan ngomong bahwa itu adalah hari sakral untuk para calo).
Sebenarnya saat itu saya sudah agak males untuk mengurus perjalanan lagi ke Semeru. Tapi teman seperjalanan saya,Ricky terus berusaha meyakinkan saya untuk melanjutkan perjalanan. Walau untuk itu kami harus mengundur waktunya.
Sebenarnya saya bilang kepada Ricky untuk ikut dengan teman saya Yellow yang juga akan berangkat ke Semeru pada tanggal 16 November.  Karena saya baru bisa jalan lagi selepas tanggal 20 November.
Kenapa??
Karena saya sudah berjanji pada ibu untuk kembali sebelum acara pernikahan saudara saya. Tapi anehnya dia tidak mau dan kekeuh untuk terus berpetualang bersama saya.
Jadi kami pun bersepakat untuk berangkat selepas tanggal 20 November.

“Rencananya tanggal 14 besok boy gue mau berangkat,doain aja yah semoga lancar” Ujar saya menerangkan kepada Abadi. Saat menerangkan hal itu saya masih yakin akan mendapatkan tiket. Walau harus melalui calo.
“Lo sama siapa te kesana??”Tanya Abadi dengan suara yang kian melemah. Ia kemudian terbatuk dan mulai merasa sesak.
“Sama temen gue Bad”
“Anak anak ga ada yang ikut??” Tanya Abadi. Anak anak yang dimaksud disini adalah sahabat sahabat saya di Rasta Pala.
“Ga ada boy,sedang pada sibuk dengan urusannya masing masing” jawab saya singkat.
Abadi kemudian tersenyum. Kemudian ia mengatakan sebuah hal yang membuat saya tertegun dan menangis dibuatnya.
“Titip salam yah te buat Semeru” ujarnya pelan. Dalam nafasnya yang berat,Abadi kemudian memejamkan matanya dan berusaha untuk tertidur.
Saya yang pada saat itu mendengarnya segera saja menangis. Air mata sudah tak mampu lagi saya bendung. Saya tak mau berfirasat buruk tapi saya benar benar tak mampu lagi melakukannya.
Saya kemudian beranjak dan pergi keluar ruangan sebentar. Saat itu hujan tengah turun dengan deras.
Diluar ruangan saya bertemu dengan kakak dan saudara saudara dari Abadi. Saya kemudian menanyakan penyakit yang sedang mendera sahabat saya itu.
Kakaknya kemudian menjawab bahwa itu karena flek paru paru. Dia mengatakan bahwa paru paru sebelah kanan Abadi sudah parah kondisinya.
Ah saya tak mengerti penyakit apa itu. Yang jelas penyakit itu masih berhubungan langsung dengan kebiasaan Abadi yaitu merokok. Abadi adalah satu dari sekian banyak sahabat saya yang merupakan perokok aktif.
Nafas Abadi adalah nafas rokok. Yah kira kira seperti itulah mungkin kiasan yang paling tepat. Sebab dalam sehari Abadi bisa menghabiskan berbungkus bungkus rokok.
Pernah dalam satu perjalanan pulang selepas main futsal di kecapi,Abadi berkeluh kesah tentang dadanya yang kembali sesak. Saat itu saya mengantarkan dia menuju rumahnya.
Saat mendengarkan,nasehat saya cuma satu kepadanya. Saya selalu berpesan sebisa mungkin untuk mengurangi merokok. Karena saya meyakini untuk berhenti secara langsung merupakan hal yang sangat mustahil buat Abadi.
Tak terhitung berapa kali saya memintanya untuk mengurangi merokok. Saat main PS,main futsal atau sedang kumpul bareng terkadang saya selalu memintanya untuk mengurangi merokok.
Dan itu saya katakan secara langsung kepada dia. Bisa dibilang saya termasuk salah satu sahabat yang bawel terhadap Abadi. Dan anehnya Abadi tidak pernah marah atau kesal,dia selalu menanggapinya dengan canda dan berkata singkat
“Iya te,ntar!! Nunggu waktunya yang tepat. Masalahnya pabrik rokok belum pada mau tutup” Elaknya tiap kali saya memintanya untuk mengurangi kebiasaan merokoknya.
Sebuah jawaban yang membuat saya hanya bisa menggelengkan kepala.
By the way Abadi juga pernah bercerita masalah pada paru parunya. Ia bahkan mengatakan bahwa paru paru sebelah kanannya sudah menghitam dan rusak. Bahkan sudah ada yang bolong.
Well kebanyakan dari kami hanya bisa menggelengkan kepala dan mengangguk angguk saja saat mendengar ceritanya. Setengah percaya setengah tidak. Karena jujur saja,Abadi adalah orang yang terlihat sangat sehat. Bahkan dalam setiap pendakian dia adalah orang yang jarang mengeluh. Bahkan salah satu yang paling rajin jika di atas gunung.
Saya saja hanya bisa mengiyakan setiap kali ia bercerita hal tersebut.

Saya kemudian bertanya keadaan Abadi selama setahun ini,saya juga menanyakan kebenaran dari keberadaannya ketika berada di Kalimantan. Saat itu salah seorang sahabat saya bercerita bahwa Abadi pergi ke Kalimantan untuk bekerja di lahan perkebunan sawit. Belakangan baru saya ketahui juga bahwa ia pergi ke sana untuk pergi berobat alternatif.
Kakaknya kemudian bercerita tentang keadaan Abadi.
Tentang kepergian Abadi ke Kalimantan,kemudian tentang Abadi yang meminta uang kepada ayahnya untuk menanjak gunung (saya tak tahu gunung mana dan ia pergi dengan siapa).
Kakaknya juga seperti tak paham dengan apa yang terjadi,tapi dari pembicaraan itu saya merasa seperti ada yang disembunyikan. Ahh entahlah! ! !
“Setahun yang lalu Abadi pamit untuk pergi ke Kalimantan de. Ia bilang ada yang mengajaknya untuk bekerja disana”
Lalu saya menanyakan kenapa kondisinya bisa seperti sekarang.
“Kakak juga kurang paham de,waktu itu kan ia pamit dan kondisinya masih baik baik aja. Ga lama ia kembali tahu tahu kondisi badannya sudah habis seperti ini”
“Dokter bilang paru parunya sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Kamu tahu sendiri kan kebiasaan Abadi merokok. Belum lagi kebiasaannya begadang. Apalagi jika ada siaran sepakbola”

Well walau masih heran dan ingin menanyakan bermacam pertanyaan tapi saya putuskan untuk tak melanjutkannya.
Saya lalu masuk ke bagian dalam ruangan dan berbicara dengan Iqbal. Dia meminta untuk kembali sebab ada janji untuk bertemu dengan sahabatnya. Well memang tak terasa sudah sejam lebih kami berada disana.
“Tunggu hujan reda dulu bal” Jawab saya singkat.
Saya kemudian mendekat kembali kearah tempat tidur Abadi. Disana,ayah Abadi masih setia memijat kaki kaki anaknya.
“Abadi suka sekali dipijat di bagian kaki” terangnya kepada saya.
Satu hal yang begitu terlihat ketika ayahnya berhenti memijat kakinya dan Abadi pun berteriak.
“PIJIT lagi yah,mau kemana sehhh emangnya” teriaknya. Tapi teriakan itu seakan tenggelam dalam lautan sesak. Tak begitu terdengar dan tak dapat dimengerti.
Dalam sakitnya pun ia masih bisa saja marah.
Abadi pun kembali tertidur. Ayahnya kemudian bercerita bahwa belakangan Abadi bersikap sangat manja. Apalagi pada hari itu. Ia sering sekali minta dipijat dibagian kaki.
Ditinggal memijat sebentar saja Abadi akan segera marah.
Ayah Abadi kemudian meminta saya untuk menggantikannya sebentar. Ia berkata ingin makan siang terlebih dahulu.
Saya pun memijat kaki sahabat saya itu. Awalnya saya memijat pada seluruh bagian pada kakinya,tapi kemudian Abadi meminta saya untuk memijatnya pada bagian jari saja.
“Jari jarinya aja te dan lebih keras lagi yah te” Mintanya pelan terhadap saya.
Saya agak bingung juga saat itu,ini sakit kok malah minta dipijit keras keras. Yah pada akhirnya saya hanya bisa menurutinya saja.
“Sudah bad” Tanya saya mengenai pijatannya. Abadi pun hanya menganggukan kepala.
Dia pun kembali memejamkan matanya dan tertidur.
Saya pun kembali duduk disebelahnya.
Saya pun memperhatikan keluar jendela. Disana ada pekarangan kecil dan ada beberapa pot tanaman yang tampak basah terkena air hujan.
Dari sana saya juga melihat beberapa mobil yang akan keluar dari rumah sakit.
Tak terasa setengah jam pun berlalu.
Hujan pun perlahan mereda diselingi celotehan Iqbal yang meminta untuk pulang. Karena tak enak hati saya pun mengiyakannya.
Jujur saja,hati saya masih ingin berada lebih lama disana. Sebuah perasaan yang saya tak mengerti kenapa.
Saat itu Abadi tengah tertidur. Saya masih memijat kakinya.
Kakak Abadi saat itu masuk kembali ke ruangan. Saya pun memohon pamit kepadanya.
Sebenarnya saya ingin langsung pergi tapi kakak Abadi keburu membangunkannya.
Saya pun segera pamit pulang kepada sahabat saya itu.
“Boy gue pamit dulu yah,besok besok gue janji untuk main kesini lagi” ujar saya sembari mendekatkan wajah saya.
“Jangan lupa yah te sama Semerunya” Ujar dia pelan kepada saya. Saat mengatakan hal itu Abadi dalam kondisi setengah tersadar. Bahkan matanya masih terpejam.
“Iya nanti gue salamin,tapi lo harus janji sama gue buat cepet sembuh. Biar kita bisa nanjak bareng bareng lagi boy”
Abadi hanya tersenyum mendengarnya. Saya pun mendekatkan wajah saya lagi dan berkata.
“Janji boy sama gue bahwa lo harus cepet sembuh. Biar kita bisa nanjak Semeru bareng. Kalau perlu gue akan menunggu lo buat sembuh baru berangkat ke Semeru” ujar saya sembari memegang bahunya.
Abadi hanya tersenyum mendengarnya. Ia kemudian berusaha membuka matanya untuk melihat saya. Air mata perlahan menetes dari sela sela pipinya.
“Janji yah boy,janji” ujar saya lagi saat ia menatap saya. Saya pun segera pamit dari sana setelah sebelumnya pamit kepada ayah,kakak dan saudara saudara Abadi.
“Main kesini lagi yah de,Abadi senang sekali kalau banyak temannya yang berkunjung” ujar salah seorang Tulangnya kepada saya.
 Saya hanya mengiyakan.
Saya pun pergi beranjak dari ruangan itu.

Di tengah perjalanan saya menghentikan langkah.
“Tunggu sebentar nge!!” Saya pun meminta Iqbal untuk menahan langkahnya.
“Gue masih ga percaya nge,bahwa sahabat gue tengah sekarat disana” tambah saya lagi.
Saya pun meneteskan air mata,entah mengapa begitu berat untuk meninggalkan rumah sakit itu. Saya pun duduk di dekat kursi jaga security. Kebetulan saat itu sedang tak ada yang berjaga disana.
Iqbal pun duduk disebelah saya.
“Rasanya aneh bal,ngelihat teman baik lo sendiri mengalami hal seperti itu”Ujar saya sembari menyandarkan kepala saya di tembok.
“Hati gue hancur bal ngeliat kondisinya” tambah saya lagi
Iqbal hanya terdiam.
Sejurus kemudian saya pun berdiri dan melihat kearah sekitar. Saya menuju kearah taman yang terletak tak jauh dari sana. Taman itu tak terlalu luas,tapi cukup untuk memberikan keteduhan ditengah riuh rumah sakit tersebut.
Memberikan kedamaian bagi yang melihatnya.
Kami lalu mulai bicara banyak hal. Mulai dari kemungkinan mahalnya harga kamar pasien yang terletak dekat taman itu hingga hal yang ga jelas seperti berapa usia pohon besar yang berada ditaman tersebut.
Tak lama kami pun beranjak pergi dari rumah sakit tersebut.
Ketika sampai di parkiran saya melihat kembali kearah dalam rumah sakit. Entahlah,sebagian dari diri saya tak mengizinkan saya untuk beranjak pulang. Sepanjang perjalanan saya terus kepikiran,hati saya masih belum rela untuk beranjak dari sana.

Senin 12 November 2012

Dan pada malam selasa itu,saya mendapatkan kabar buruk dari sahabat sahabat saya bahwa Abadi telah tiada. Setengah tak percaya manakala saat mendengarnya.
Tapi itulah pahitnya kenyataan.
Abadi benar benar pergi pada malam itu,meninggalkan harapan dan mimpi mimpi yang ingin digenggamnya.

Selasa 13 November 2012

Malam itu saya benar benar tak bisa tertidur. Saya baru beranjak terlelap ketika jam sudah menunjukkan jam 6.30 pagi. Tapi ketika jam 8.00 saya sudah paksakan untuk terbangun.
Kepala saya benar benar terasa berat pada pagi itu,bahkan untuk sekedar berjalan pun pusingnya bukan main. Saya lalu bersandar di tembok untuk mengembalikan sedikit kesadaran.
Sahabat saya di kontrakan nyeletuk “Kenapa lo te,pagi pagi udah galau aja haha”
Saya hanya terdiam.
Saya hanya seperti sedang tak mempercayai bahwa pagi itu harus terbangun demi mengantar kepergian sahabat saya ke peristirahatan terakhirnya. Sebuah pemikiran yang membuat saya hanya bisa menghela nafas berkali kali.
Sekitar jam 9 lewat saya pun berangkat menuju kerumah Abadi di bilangan Chandra,Bekasi. Karena masih agak pusing,saya putuskan untuk membawa kendaraan saya pelan pelan saja.
Sebelum jam 10 pagi saya telah berada disana.
Sesampainya disana saya bertemu dengan sahabat sahabat saya. Kebanyakan dari mereka adalah sahabat semasa SMA dan teman main futsal.
Toni,Iduy,Qodim,Bhagol,Papay,Andi,Opank,Itang,Junet,Bejo,Enjun,Rhodes,Pras,Dhomeng,Sogi,Ketut,Oji,Iskandar adalah segelintir sahabat yang datang pada hari itu.
Kebanyakan dari mereka malah meminta izin dari kantor hanya demi mengantar kepergian sahabatnya.
SALUT!!!
Saya kemudian masuk sendirian ke dalam ruangan dimana jenazah Abadi ditempatkan. Tempat itu persis seperti kala beberapa tahun yang lalu saat saya menyelawat almarhumah nyokapnya.
Saya benar benar tak terbayang bahwa beberapa tahun kemudian saya akan menyelawat jenazah sahabat saya.
Saat saya masuk saya segera menemui saudara saudaranya dan bersalaman dengan mereka. Setelah itu saya melihat wajah sahabat saya itu di pembaringannya.
Di dalam peti matinya jenazah Abadi terlihat begitu tenang. Bahkan saya melihat jenazahnya meninggal dalam keadaan tersenyum.
Saya terdiam berdiri disana selama beberapa menit. Buliran air mata menetes perlahan dari sela sela pipi saya. Begitu sulit untuk menatap sahabat saya di peristirahatan terakhirnya.
Terngiang beberapa kenangan bersama Abadi. Kenangan saat cabut sekolah dulu hanya demi main play station,waktu kemping di pondok halimun,saat nanjak bareng Gede untuk pertama kali,pergi ke Lawu dan karena datangnya kepagian akhirnya tidur dulu distasiun,atau sekedar mengantar Badboy buat kembali pulang kerumahnya selepas main futsal.
Kenangan kenangan sederhana bersama beliau.
Lamunan saya tersadar ketika ada seseorang yang menepuk punggung saya.
Rupanya itu adalah seseorang yang saya temui ketika menjenguk Abadi dirumah sakit. Dia adalah tante dari Abadi.
“Eh kau nak,ini temannya yang kemarin datang ke rumah sakit kan yah” Tanya dia
Saya hanya menganggukan kepala saya sebagai jawaban.
Tante dari Abadi kemudian menceritakan beberapa hal kepada saya. Yah intinya saya diberikan beberapa nasehat olehnya. Sesudahnya ia sibuk kembali menyalami para tamu yang datang. Meninggalkan saya untuk menatap sahabat saya kembali untuk terakhir kalinya.
Saya berdoa semoga Tuhan membukakan jalan yang lapang untuk Abadi disana.
Setelahnya saya kembali menuju keluar untuk bertemu dan berbincang lagi dengan sahabat sahabat saya. Banyak dari kami yang murung dan bersedih.
Terutama sahabat sahabat saya dari Rasta Pala.
Iduy,Bhagol,Tony,Andy,Qodim,dan Papay ga bisa menyembunyikan rasa kehilangannya. Tak banyak obrolan yang terjadi diantara kami. Terutama dengan Bhagol dan Iduy yang dari wajahnya sudah terlihat agak kesal karena melihat saya.
Wajarlah,dan saya pun bisa memakluminya.

Hujan turun perlahan kala itu. Seakan turut bersedih dengan apa yang tengah terjadi.
Setelah melalui beberapa upacara adat akhirnya sekitar jam 14.30 jenazah akan diberangkatkan menuju pemakaman. Rencananya Abadi akan dimakamkan di TPU Pondok Rangon. Beberapa sahabat sudah kembali karena ada urusan yang lain.
Segera setelah akan berangkat kami pun segera menuju ke arah rumah duka. Sekedar membantu mengangkat peti mati sahabat kami,Abadi.
Menemaninya sampai ke peristirahatan terakhirnya.

Salah satu hal yang paling menyedihkan dalam kehidupan adalah saat harus mengangkat jenazah sahabat kita sendiri.


Saat itu Toni bercerita seperti ada yang ditutup tutupi dari kematan Abadi. Tapi saya tak terlalu menghiraukannya. Saat itu pikiran saya fokus untuk mengantar sahabat saya ke peristirahatannya.
Dalam perjalanan saya selalu mengiringi ambulan dari belakang. Sahabat sahabat yang lain banyak yang membuka jalan. Ah sepanjang perjalanan saya jadi ingat waktu touring ke puncak dulu. Saya sempat konflik dengan Abadi hanya gara gara helm. Saya sebal padahal sudah dibilang ratusan kali untuk bawa helm karena jarak yang ditempuh agak jauh,tapi si Abadi malah ngejawab ngalor ngidul. Tapi yah seperti yang sudah sudah,pertengkaran diantara kami berakhir dengan canda.

Bahkan sayalah yang kebagian boncengan motor dengan dia.
Hahahaha  ! ! ! !
Bahkan saat itu saya masih mengingat saat kami berdua tengah berada di jalur taman safari kami berteriak dalam perjalanan hanya gara gara dingin yag menusuk tulang. Abadi seh seperti biasanya,sok cool lebih dahulu. Padahal saya juga udah merasakan badannya yang gemetaran dan gemeretak giginya karena menahan dingin.
Trik ngatasin coolnya dia cuma satu,minta gantian aja dia yang boncengin. Pasti dia segera mengaku.
“Gantian bawa motor boy,dingin gila neh udaranya”
“Lo aja te,gue masih kurang mahir bawanya. Takut kenapa kenapa”
“Ah bilang aja lo takut kedinginan juga boy”
“Nah ntuh lo tau hahahaha!!!” ujarnya seraya tertawa.

Cuaca begitu mendung,awan hitam seakan tak mau pergi meninggalkan hari. Tapi entah mengapa hujan tak jua turun. Hanya gemerintik air yang turun perlahan,seakan menahan sedihnya untuk sahabat kami.
Kami datang pertama di TPU Pondok Rangon bersama ambulan,tak lama berselang datanglah keluarga dan rombongan yang lain. Kami pun segera membantu mengangkat jenazah sahabat kami.
Setelah menaruhnya diatas tanah tempat dia akan disemayamkan,kami agak menjauh karena Abadi akan menjalani proses kematian dalam agamanya.
Saya segera menghubungi Kiwil yang saat itu sedang dalam perjalanan menuju TPU pondok Rangon. Saat itu Kiwil tidak mendapat izin dari perusahaannya untuk bisa pulang lebih cepat.

Selama upacara berlangsung,saya hanya bisa terdiam. Air mata meluncur perlahan dari pipi saya. Pada akhirnya saya melihat upacara itu dengan berjongkok karena saat itu sudah sulit untuk berdiri untuk melihat sahabat saya sendiri disemayamkan.
Saya sempat melihat kearah sahabat yang lain.
Dan seperti saya,raut wajah mereka juga tak terlalu jauh berbeda. Semua seakan terlarut dalam suasana saat itu. Mengingat segelintir kenangan bersama Abadi.
Tanah merah itu masih basah,angin berderai perlahan diselingi derai air hujan yang turun meragu.
Upacara pun segera berlangsung. Ada keheningan disana,banyak kesedihan yang tampak di wajah para pelayat. Saya benar benar tak kuat melihat moment tersebut,rasa kehilangan benar benar terasa pada saat itu. Pada saat upacara penaburan bunga,Tulang dari Abadi mendekati saya.
“Ayo dek,kalo kawan kawannya mau ikut menabur bunga”
Saya pun dengan segera terbangun diikuti oleh sahabat sahabat yang lain dan menuju ke kuburan Abadi. Segera setelah sang pendeta menyelesaikan upacara,dengan sedikit aba aba ia pun menyuruh untuk menutup kuburan itu. Mengubur peti mati dan meninggalkan Abadi dalam keheningan selamanya.
Suasana seakan menjadi hening. Kesedihan yang tampak kian menjadi. Menggurat perih di hati setiap orang yang menyayanginya. Sejenak saya bahkan tak sanggup untuk melihat pemakaman tersebut.

Bahkan setelah pemakaman selelsai butuh waktu bagi beberapa dari kami untuk beranjak dari sana. Seakan tak ingin meninggalkan sahabat kami sendirian disana.
Kami adalah rombongan terakhir yang pergi beranjak dari sana.
Setelah saya langsung kembali karena harus menyelesaikan beberapa urusan. Sepanjang perjalanan pulang saya seperti lost dari dunia sekitar saya. Ah baru kali ini saya benar benar menjadi merasa kosong. Untunglah tidak terjadi apa apa sepanjang perjalanan balik.
Ketika sampai dikontrakan teman,saya langsung berbicara dengan Abil dan Yellow masalah tiket kereta api untuk keberangkatan ke Semeru. Entah kenapa tekad saya menjadi kian bulat untuk berangkat ke gunung itu.
Tapi seperti yang saya jelaskan diatas,akhirnya saya tidak mendapatkan tiket. Karena untuk tanggal itu tiket benar benar seperti hilang dari peredaran.
Ada seh,tapi kelas executive.
Cuma harganya bikin dompet saya ingin berteriak dibuatnya. Semalaman itu saya dibuat menunggu kabar dari calo masalah tiket. Sebentar calo itu bilang ada,sebentar ga bisa.
Yah pada intinya dia ingin mainin hargalah. Dan dia pun menjanjikan tiket untuk kepergian tanggal 21 sudah pasti didapatkan.

Rabu 14 November 2012

Saya pun memilih tanggal 21 November dan Yellow walau akhirnya harus melakukan sedikit kejahatan (dengan menscan KTP haha) tapi akhirnya jadi berangkat pada tanggal 16 November.
Dia ikut rombongan sahabat saya yang lain yaitu Jejen.
Hari itu dengan berat hati akhirnya saya menyusul Abil dan Yellow untuk konfirmasi masalah tiket. By the way kala itu Abil dan Yellow berada disana untuk balik nama. Bisa dibilang mereka berdua bisa ikut rombongan Jejen dikarenakan sebuah keberuntungan. Dua orang teman Jejen tidak bisa ikut yang menyebabkan ada spot kosong disana.
Jejen pun mengabarkan Yellow dan selanjutnya yang terjadi adalah sebuah kerumitan.
Karena peraturan kereta api yang baru yang mengharuskan setiap penggunanya menggunakan KTP. Dan untuk ganti nama akan menjadi sulit dikarenakan peraturan itu benar benar baru dan belum fleksibel.
Yah jadilah, begitu saya sampai di Stasiun Senen,Yellow sudah menyambut saya dengan wajah kusutnya.
“Anjing neh stasiun,gue bakar juga neh nanti” Ucapan dia mengungkapkan ekspresi marahnya secara berulang ulang. Rupanya pihak stasiun mempersulitnya untuk proses balik nama. Baru kali ini saya melihat Yellow semarah itu.
Suasana stasiun Senen kala itu benar benar ramai,maklumlah mau liburan panjang jadi arus penumpang juga lebih banyak dari biasanya.
Saya pun bertemu dengan calo dan membicarakan masalah tiket. Dia bilang masih belum ada kejelasan dan saya pun disuruh menunggu hingga nanti malam.
Sambil menunggu kabar pada malam itu pun saya pun merencanakan beberapa rencana. Saya ingin membuat sesuatu untuk sahabat saya,Abadi.
Pada awalnya niat untuk pendakian ini adalah untuk diri saya sendiri. Karena memang sudah lama dan sudah menjadi impian saya saya untuk menyapa Semeru. Tapi karena ada amanat yang disampaikan Abadi,saya pun mendedikasikan pendakian kali ini untuk sahabat saya itu.
Karena sedang senang nyablon saya pun meminta sahabat saya,Han untuk membantu saya membuat desain kaos. Dan seperti inilah design dan hasilnya.
Desain belakang
Desain depan

Hasil tampak depan

Hasil tampak belakang


Salam Abadi Untuk Semeru . . . .

20 November 2012

Saat segala persiapan sudah hampir rampung,dan keberangkatan tinggal menunggu waktu 24 jam. Yellow yang pada saat itu tengah berada di Ranupani mengirim pesan singkat (sms) kepada saya.
“Te,Semeru ditutup mulai hari ini”
Saya masih ingat saat itu menit 13:58 bumi seperti berguncang dalam hati dan pikiran saya.
“God why must happen again” Ujar saya berkali kali dalam hati,seakan tak percaya dengan apa yang tengah terjadi. Saat itu Ricky yang sedang smsan dengan saya masalah keperluan untuk keberangkatan besok pun segera saya kabari.
Kekecewaan begitu tampak dalam kata katanya.
Saat itu Semeru ditutup untuk melakukan pembenahan. Kala itu dikabarkan oleh beberapa pihak bahwa ekosistem di Semeru mengalami masalah karena sebuah event. Sebuah event yang menyebabkan Semeru menjadi lautan sampah.
Sebuah event yang melibatkan peserta hingga 1600 orang lebih (ditambah dengan non peserta,Yellow berujar ada sekitar 1900 orang lebih yang berada di Semeru pada saat itu)
Dan pihak Taman Nasional akhirnya memutuskan menutup untuk sementara waktu.  Hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Saya tidak percaya tapi dalam hati juga mengikhlaskannya.
Salah seorang sahabat saya sebelumnya pernah berujar bahwa nanjak gunung semeru itu seperti main jodoh jodohan. Kalo jodoh yah akan diberikan kelancaran,kalaupun tidak yah kesulitanlah yang akan terus ditemui. Saya awalnya kurang percaya. Tapi setelah “cinta” saya seakan ditolak 2 kali oleh Semeru,barulah saya benar benar percaya.
“Mungkin emang belum jodohnya kali yah” Gumam saya berkali kali dalam hati.

Tapi pada tanggal 24 November saya mendapatkan kabar dari sahabat saya, Ardi bahwa Semeru sudah dibuka lagi dari tanggal 16 desember hingga 31 desember.
Saya sebenarnya sudah tak terlalu minat lagi dikarenakan perasaan sakit hati yang masih mendera. Tapi Ricky,yang saat itu sudah berada di Lampung sms saya untuk jalan terus.
Saat itu saya pun segera teringat pesan yang diamanatkan oleh Abadi. Dan perlahan saya pun mulai memperjuangkan keberangkatan ke Semeru lagi.
Dan saya pun mendapat kabar baik.
Ardi memberi tahu bahwa salah satu sahabatnya akan berangkat pada tanggal 22 desember. Well segera saja saya iyakan penawaran itu. Lumayanlah jadi banyak sahabat sepanjang perjalanan.
Mungkin karena itu juga kali yah saat keberangkatan kemarin, Tuhan seakan mempersulit jalan. Maklum,untuk keberangkatan tanggal 21 kemarin hanya saya dan Ricky saja yang berangkat.

Dan pada tanggal 30 November kemarin akhirnya saya pun mendapatkan tiket untuk kepergian ke Semeru pada tanggal 22 desember nanti. Walau harus merogoh kocek lebih dalam karena tiket yang tersisa tingga Ac ekonomi tapi tak apalah. Entah mengapa perasaan tenang segera menyelimuti hati saya.

Saya tak tahu bagaimana nanti kedepannya,tapi setiap hari saya selalu berdoa agar selalu diberikan kemudahan dan kelancaran untuk kepergian kali ini. Saya benar benar menyerahkan semua jawabannya kepada Tuhan.
Sisanya saya berusaha agar amanat yang disampaikan oleh teman saya Abadi bisa tersampaikan. Sekalipun nanti ada kejadian luar biasa yang membatalkan keberangkatan saya lagi.
Tapi amanat,semangat dan cita cita sahabat saya ini harus bisa saya sampaikan. Saya harus menyampaikannya salamnya kepada gunung yang merupakan impian dan cita cita kami untuk mendakinya sejak masa SMA.
Meski untuk hal itu,saya harus mendapat jawaban ketidakpastian tapi salam Abadi untuk Semeru harus tetap berkobar dan bisa tersampaikan.

Doakan saya yah para sahabatku :)

Kramat Jati 7 Desember 2012

3 komentar:

  1. Bagus nih mas klo di buat novel hhee
    nanti saya beli deh

    BalasHapus
  2. Bagus nih mas klo di buat novel hhee
    nanti saya beli deh

    BalasHapus
  3. Salam abadi untuk semeru mas... bakalan aku salamin lewat bromo mas dan kalo nanjak Lagi. SEmoga mas abadi denger teriakan kita lewat semeru ntar.

    BalasHapus